Resensi:
Belajar Mencintai dari Cinta yang Hilang
Cinta!
Kata itu penuh misteri. Cinta membuat orang senyum-senyum sendiri, tertawa,
teriak. Hidup ini terasa indah bila cinta bersamanya. Namun terkadang juga
membuat orang sengsara, resah, murung dan tak jarang berakibat fatal bagi orang
yang terkena demam cinta, semisal bunuh diri, loncat dari gedung tinggi,
menusuk diri sendiri, nenggak baygon, ataupun semacamnya. Haruskah begitu
dengan Cinta?
Memang, cinta benar-benar sebuah misteri, hingga Romeo dan Juliet mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena cintanya yang tak direstui oleh keluarga. Begitu banyak alasan mengikuti mengapa suatu hubungan kisah kasih anak manusia di bumi ini, tidak berjalan mulus dan bahagia. Hanya karena perbedaan status, pertengkaran, perdebatan panjang, ketidakcocokan, perselingkuhan, pengkhianatan, cinta segitiga, dan lain sebagainya.
Memang, cinta benar-benar sebuah misteri, hingga Romeo dan Juliet mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena cintanya yang tak direstui oleh keluarga. Begitu banyak alasan mengikuti mengapa suatu hubungan kisah kasih anak manusia di bumi ini, tidak berjalan mulus dan bahagia. Hanya karena perbedaan status, pertengkaran, perdebatan panjang, ketidakcocokan, perselingkuhan, pengkhianatan, cinta segitiga, dan lain sebagainya.
Achmad
Munif, penulis kelahiran Jombang Jawa Timur mencoba menghadirkan beragam kisah
cinta dalam buku ini dengan sangat elegan. Sungguh buku ini sangat enak dibaca
dan ‘wajib’ dibaca bagi orang-orang yang tengah jatuh cinta, tengah patah hati
atau siapapun yang ingin belajar mencintai.
Haruskah mati ketika cinta hilang dari hati kita? Haruskah kita berlarut dengan kesedihan ketika sang kekasih hilang dari hati kita? Apakah sebatas itu pengertian cinta? Jawabnya TIDAK! Setidaknya itulah yang tergambar dalam salah satu cerpen di kumpulan cerpen ini. “Cinta itu apa? Perempuan begitu banyak kok bingung. Ditinggal kawin Nureni ya cari lagi yang lain. Begitu saja kok repot.” ceplas-ceplos yang sangat enteng itu keluar dari Ibu Handoko ketika melihat anaknya selalu loyo dan linglung –seperti wayang kulit kehilangan gapit– ketika ditinggal Nureni menikah, terangkum dalam cerpen yang berjudul Cinta di Antara Ombak dan Pasir Pantai .
Haruskah mati ketika cinta hilang dari hati kita? Haruskah kita berlarut dengan kesedihan ketika sang kekasih hilang dari hati kita? Apakah sebatas itu pengertian cinta? Jawabnya TIDAK! Setidaknya itulah yang tergambar dalam salah satu cerpen di kumpulan cerpen ini. “Cinta itu apa? Perempuan begitu banyak kok bingung. Ditinggal kawin Nureni ya cari lagi yang lain. Begitu saja kok repot.” ceplas-ceplos yang sangat enteng itu keluar dari Ibu Handoko ketika melihat anaknya selalu loyo dan linglung –seperti wayang kulit kehilangan gapit– ketika ditinggal Nureni menikah, terangkum dalam cerpen yang berjudul Cinta di Antara Ombak dan Pasir Pantai .
Pertemuan
dan perpisahan. Patah hati dan jatuh cinta lagi itu pula yang dialami beberapa
tokoh dalam buku ini. Bima yang telah ditinggalkan Kunti. Akhirnya menemukan
kembali gadis yang juga mencintainya, Nuring, dalam Cinta yang Hilang. Kisah
Airin yang menyedihkan Di Bawah Lereng Pegunungan. Begitu juga Garin, sang
penulis feature dalam cerpen Suatu Hari dalam Kehidupan Garin. Atau kisah Agus
yang telah dikhianati Witri, akhirnya menemukan Dian ketika perjalanan dari
Surabaya ke Malang. Terangkum dalam Perjalanan Sunyi.
Memang
cinta membutuhkan banyak pengorbanan. Pengorbanan yang tak kenal lelah, tak
kenal waktu. Seperti kisah dalam cerpen Pulang ke Padang Ilalang. Aku dalam
cerpen ini sangat mencintai gadis di desa tempat kelahirannya. Aku senang
sekali ketika pulang ke desa saat idul fitri. Aku merasa ada orang yang selalu
menunggunya pulang selain ibunya. Gadis itu, Latifah, atau biasa dipanggil
Ifah. Namun 2 tahun ini kepulangannya hanya merupakan kehampaan saja ketika
Ifah telah menikah dengan laki-laki lain. Ifah meninggalkan Aku, karena Aku tak
kunjung melamarnya, sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama ini. Aku
belum bisa memenuhi janjinya untuk menikahi Ifah karena belum punya rumah
sendiri. Itu berarti Aku belum bisa membahagiakan Ifah. Namun Aku tetap setia.
Aku selalu teringat bayang-bayang Ifah yang telah mengisi hari-harinya. Aku
mencoba mengerti dengan keadaan ini dan berusaha mencari orang lain selain
Ifah. Di kota dan di manapun ketika Aku berada. Namun apa yang didapat? Aku
hanya bagai pengembara sunyi yang mencari bayang-bayang Ifah di lorong-lorong
kota . Aku masih terbayang-bayang dengan Ifah. Namun kekuatan cinta akhirnya
mempertemukan mereka kembali. Tanpa diduga Ifah memutuskan untuk cerai dengan
suaminya yang telah dinikahinya selama 2 tahun, karena laki-laki itu ternyata
telah berkeluarga dan mempunyai beberapa anak. Akhirnya Aku dan Ifah bertemu
kembali dalam hubungan kasih yang sempat terputus. Mereka kembali bahagia.
Masih banyak cerita yang tersimpan di buku kumpulan cerpen ini, seperti cerpen Sampai Kapan Harus Menunggu, Kalung Bermata Berlian, VW Kodok Kesayangan, Laila, oh Laila, Susuk Kecantikan. Atau rindu cerita kocak Kadir yang tak mau berpisah dengan istrinya meskipun mereka harus bercerai karena tidak ada lagi kecocokan dan seringnya terjadi pertengkaran. Akhirnya rumah mereka dibagi menjadi 2 bagian, supaya tidak diketahui anaknya bahwa mereka telah bercerai (dalam cerpen Balada Kadir dan Sumi).
Masih banyak cerita yang tersimpan di buku kumpulan cerpen ini, seperti cerpen Sampai Kapan Harus Menunggu, Kalung Bermata Berlian, VW Kodok Kesayangan, Laila, oh Laila, Susuk Kecantikan. Atau rindu cerita kocak Kadir yang tak mau berpisah dengan istrinya meskipun mereka harus bercerai karena tidak ada lagi kecocokan dan seringnya terjadi pertengkaran. Akhirnya rumah mereka dibagi menjadi 2 bagian, supaya tidak diketahui anaknya bahwa mereka telah bercerai (dalam cerpen Balada Kadir dan Sumi).
Hampir
dari ketigabelas cerpen yang terangkum dalam buku ini, seperti yang telah
diulas tersebut banyak mengisahkan hubungan cinta antara laki-laki dan
perempuan. Sebagian saja yang mengisahkan tema lain. Misalnya kecintaan
terhadap barang kesukaan, hal-hal duniawi lainnya ataupun tema lain.
Hidup ini seperti air sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Jalani hidup apa adanya dan jangan dibikin ruwet. Jalani hidup dengan santai. Apapun yang terjadi kita lewati. Begitulah pesan yang tersisa dalam benak kita ketika habis membaca buku ini. Kehilangan Cinta? Bersedihlah lalu Tersenyumlah! Jangan anggap itu akhir dunia. Percayalah bahwa cinta akan bersemi lagi. Datangnya cinta bisa melalui perjalanan waktu yang cukup panjang, tetapi juga bisa datang dengan tiba-tiba.
Hidup ini seperti air sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Jalani hidup apa adanya dan jangan dibikin ruwet. Jalani hidup dengan santai. Apapun yang terjadi kita lewati. Begitulah pesan yang tersisa dalam benak kita ketika habis membaca buku ini. Kehilangan Cinta? Bersedihlah lalu Tersenyumlah! Jangan anggap itu akhir dunia. Percayalah bahwa cinta akan bersemi lagi. Datangnya cinta bisa melalui perjalanan waktu yang cukup panjang, tetapi juga bisa datang dengan tiba-tiba.
Kadang
cinta itu tegar dan perkasa seperti gunung karang. Tapi ia juga bisa rapuh
seperti gunung pasir. Ia mudah dihancurkan oleh angin dan ombak. Tapi manusia
harus selalu membangun cintanya kembali sekalipun cinta itu rapuh seperti
gunung pasir. “Membangun cinta?” “Ya. Cinta. Cinta kepada siapa saja. Cinta
kepada Tuhan, kepada ibu, kepada isteri dan kepada kekasih.” Itulah penggalan
dialog dari cerpen Cinta di Antara Ombak dan Pasir Pantai
Akhirnya, Mari Membangun Cinta kembali dari cinta yang ada dan yang telah hilang.
Akhirnya, Mari Membangun Cinta kembali dari cinta yang ada dan yang telah hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar