My Favourite Read


NAIK LIFT
Icha adalah salah satu karyawan hotel berbintang lima di Surabaya. Suatu hari dia mendapat telepon dari Fitri, teman masa kecilnya dan merekapun terlarut dalam obrolan hangat. Setelah beberapa lama mengobrol, mereka mempunyai ide untuk bertatap muka secara langsung guna melepas kerinduan diantara mereka. Karena Icha sangat sibuk dengan pekerjaanya dan tak bis meninggalkannya sedetikpun, mereka memutuskan untuk bertemu di tempat Icha bekerja yaitu di hotel Saturnus lantai 10 blok 01.
Singkat cerita, Fitri menuju hotel Saturnus. Sesampainya di lantai satu, Fitri kembali menelepon Icha.
Fitri : Hallo... Cha... sekarang aku sudah berada di lantai satu, tolong jemput aku yach!
Icha : Kamu langsung naik aja ke lantai sepuluh, liftnya disebelah resepsionis.
Fitri : Aku gak berani naik sendirian, aku kan orang asing di hotel ini, entar aku dikira orang jahat lagi!. Jemput aku dong, please...
Icha : Ya... okelah!. Tunggu bentar, jangan kemana-mana!.
Setelah beberapa saat menunggu, batang hidung Icha muncul juga dan Icha mengajak temannya itu untuk naik ke lantai sepuluh.
Icha : Aku heran sama kamu sekarang!.
Fitri : Emang kenapa dengan aku Cha?.
Icha : Dulu, waktu di sekolah, kamu kan cewek paling pemberani diantara yang lain, sampai-sampai kamu dijuluki cewek superman. Kok sekarang mau nemui aku aja minta dijemput segala!.
Fitri : (sambil berbisik dan sedikit menahan tawa), Jujur aja Cha..., sebenarnya aku itu gak tau cara menggunakan lift...!.
Icha : Hah....!!!???


Tidak Hafal Pancasila

Seorang anak SD Muslimah bernama Kiki mendapat tugas membacakan teks pancasila saat
upacara Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Saat teks dibuka ternyata bukan teks pancasila
melainkan Teks Proklamasi. Dan payahnya lagi, Kiki tidak hafal pancasila. Lahasil
pembacaannya :
1.        Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3.       Persatuan Indonesia
4.      Dan 5 tidak ada perubahan
Akhirnya Kiki mendekam di kantor BP selama beberapa jam
Hehehehe,,, jayus


Kisah anak Kecil

Untuk semua sahabat, cerita dari Sahabat tentang persahabatan.
Berharap dapat memberi inspirasi yang positip.
Salam hangat,
Yusak.
Operator Telephone
Waktu saya masih amat kecil, ayah sudah memiliki telephone di rumah kami. Inilah telephone masa awal, warnanya hitam, di tempelkan di dinding, dan kalau mau menghubungi operator, kita harus memutar sebuah putaran dan minta disambungkan dengan nomor telephone lain.
Sang operator akan menghubungkan secara manual.
Dalam waktu singkat, saya menemukan bahwa , kalau putaran diputar , sebuah suara yang ramah, manis, akan berkata :
“Operator ” Dan si operator ini maha tahu.
Ia tahu semua nomor telephone orang lain. Ia tahu nomor telephone restaurant, rumah sakit, bahkan nomor telephone toko kue di ujung kota.
Pengalaman pertama dengan sang operator terjadi waktu tidak ada seorangpun di rumah dan jempol kiri saya terjepit pintu. Saya berputar-putar kesakitan dan memasukkan jempol ini ke dalam mulut tatakala saya ingat …operator! !!
Segera saya putar bidai pemutar dan menanti suaranya.
” Di sini operator…”
” Jempol saya kejepit pintu…” kata saya sambil menangis. Kini emotion bisa meluap, karena ada yang mendengarkan.
” Apakah ibumu ada di rumah?” tanyanya.
” Tidak ada orang”
” Apakah jempolmu berdarah?”
” Tidak, cuma warnanya merah, dan sakiiit sekali”
” Bisakah kamu membuka lemari es?” tanyanya.
” Bisa, naik di bangku”
” Ambillah sepotong ice dan tempelkan pada jempolmu….”
Sejak saat itu saya selalu menelephone operator kalau perlu sesuatu. Waktu tidak bisa menjawab pertanyaan ilmu bumi, apa nama ibu kota sebuah negara. Tanya tentang mathematics. Ia juga menjelaskan bahwa tupai yang saya tangkap untuk dijadikan binatang peliharaan , makannya kacang atau buah.
Suatu hari, burung peliharaan saya mati. Saya telpon sang operator dan melaporkan berita duka cita ini.
Ia mendengarkan semua keluhan, kemudian mengutarakan kata kata hiburan yang biasa diutarakan orang dewasa untuk anak kecil yang sedang sedih. Tapi rasa belasungkawa saya terlalu besar.Saya tanya: “Kenapa burung yang pintar menyanyi dan menimbulkan sukacita sekarang tergeletak tidak bergerak di kandangnya?”
Ia berkata pelan: “Karena ia sekarang menyanyi di dunia lain….”
Kata-kata ini – ngga tau bagaimana – menenangkan saya. Lain kali saya telephone dia lagi.
“Di sini operator”
“Bagaimana mengeja kata kukuruyuk?”
Kejadian ini berlangsung sampai saya berusia 9 tahun.
Kami sekeluarga kemudian pindah kota lain. Saya sangat kehilangan “Di sini operator”
Saya tumbuh jadi remaja, kemudian anak muda, dan kenangan masa kecil selalu saya nikmati. Betapa sabarnya wanita ini. Betapa penuh pengertian dan mau meladeni anak kecil.
Beberapa tahun kemudian, saat jadi mahasiswa, saya study trip ke kota asal. Segera sesudah saya tiba, saya menelpon kantor telephone dan minta bagian “operator”
“Di sini operator” Suara yang sama.
Ramah tamah yang sama.
Saya tanya: “Bisa ngga eja kata kukuruyuk”
Hening sebentar. Kemudian ada pertanyaan: “Jempolmu yang kejepit pintu sudah sembuh kan?”
Saya tertawa. “Itu Anda… Wah waktu berlalu begitu cepat ya.”
Saya terangkan juga betapa saya berterima kasih untuk semua pembicaraan waktu masih kecil. Saya selalu menikmatinya. Ia berkata serious: “Saya yang menikmati pembicaraan dengan mu. Saya selalu menunggu nunggu kau menelpon”
Saya ceritakan bahwa, ia menempati tempat khusus di hati saya. Saya bertanya apa lain kali boleh menelponnya lagi.
“Tentu, nama saya Saly”
Tiga bulan kemudian saya balik ke kota asal. Telephone operator.
Suara yang sangat beda dan asing.
Saya minta bicara dengan operator yang namanya Saly.
Suara itu bertanya “Apa Anda temannya?”
“Ya teman sangat lama.”
“Maaf untuk kabarkan hal ini, Saly beberapa tahun terakhir bekerja paruh waktu karena sakit sakitan, dan dia meninggal lima minggu yang lalu….”
Sebelum saya meletakkan telephone, tiba tiba suara itu bertanya:
“Maaf, apakah Anda bernama Paul?”
“Ya”
“Saly meninggalkan sebuah pesan buat Anda. Dia menulisnya di atas sepotong kertas, sebentar ya….”
Ia kemudian membacakan pesan Saly:
“Bilang pada Paul, bahwa IA SEKARANG MENYANYI DI DUNIA LAIN… Paul akan mengerti kata kata ini….”
Saya meletakkan gagang telephone.
Saya tahu apa yang Saly maksudkan.
“Selamat bernyanyi di dunia lain, Sally, sahabatku, operator telephone yang bagiku tidak ada duanya di dunia ini”, ucap saya dalam hati.



Saran Mario teguh

Jika kita sedang benar, jangan terlalu berani dan
bila kita sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan kita

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan

Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
kesenangan adalah cara gembira menuju
kegagalan

Jangan menolak perubahan hanya karena kita
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya kita merendahkan nilai yang bisa
kita capai melalui perubahan itu

kita tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
kita berkeras untuk mempertahankan cara-cara
lama kita. kita akan disebut baru, hanya bila
cara-cara kita baru

Hanya orang takut yang bisa berani, karena
keberanian adalah melakukan sesuatu yang
ditakutinya. Maka, bila merasa takut, kita akan
punya kesempatan untuk bersikap berani

Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. kita akan menjadi lebih damai bila yang
kita pikirkan adalah jalan keluar masalah.

Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
yang kemudian kita dapat


Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
daripada orang kaya yang penakut. Karena
sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
depan yang akan mereka capai

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita
ketahui, kapankah kita akan mendapat
pengetahuan yang baru ? Melakukan yang belum
kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan

Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.
Dengan mencoba sesuatu yang tidak
mungkin,kita akan bisa mencapai yang terbaik
dari yang mungkin kita capai.

Bila kita mencari uang, kita akan dipaksa
mengupayakan pelayanan yang terbaik.
Tetapi jika kita mengutamakan pelayanan yang
baik, maka kitalah yang akan dicari uang

Waktu ,mengubah semua hal, kecuali kita. Kita
mungkin menua dengan berjalanannya waktu,
tetapi belum tentu membijak. Kita-lah yang harus
mengubah diri kita sendiri

Semua waktu adalah waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu yang baik. Jangan menjadi
orang tua yang masih melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan saat muda.

Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat
berharga. Memilik waktu tidak menjadikan kita
kaya, tetapi menggunakannya dengan baik
adalah sumber dari semua kekayaan

Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup,
pintu yang lain dibukakan.
Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama
pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat
pintu lain yang dibukakan bagi kita.

Dalam hidup,terkadang kita lebih banyak
mendapatkan apa yang tidak kita inginkan.
Dan ketika kita mendapatkan apa yang kita
inginkan, akhirnya kita tahu bahwa yang kita
inginkan terkadang tidak dapat membuat
hidup kita menjadi lebih bahagia

Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan,
pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi.
Jadilah seperti yang kamu inginkan,
kerna kamu hanya memiliki satu kehidupan dan
satu kesempatan untuk melakukan hal-hal
yang ingin kamu lakukan.

Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa
lalu yang telah dilupakan. Kamu tidak
dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan
kamu sampai kamu melupakan kegagalan
kamu dan rasa sakit hati.

Waktu kamu lahir, kamu menangis dan
orang-orang di sekelilingmu tersenyum.
Jalanilah hidupmu sehingga pada
waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan
orang-orang di sekelilingmu menangis.

Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan
untuk membuat kamu bahagia, cukup
cubaan untuk membuat kamu kuat, cukup
penderitaan untuk membuat kamu menjadi
manusia yang sesungguhnya, dan cukup harapan
untuk membuat kamu positif terhadap kehidupan.

Yang memimpin wanita bukan akalnya, melainkan hatinya.

Jangan tertarik kepada seseorang
kerna parasnya, sebab keelokan paras
dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik
kepada kekayaannya kerna kekayaan dapat
musnah. Tertariklah kepada seseorang yang
dapat membuatmu tersenyum, kerna hanya
senyum yang dapat membuat hari-hari
yang gelap menjadi cerah.

Sungguh benar bahwa kita tidak tahu
apa yang kita miliki sampai kita kehilangannya,
tetapi sungguh benar pula bahwa kita
tidak tahu apa yang belum pernah
kita miliki sampai kita mendapatkannya.

Masa depan yang cerah selalu tergantung
pada masa lalu yang dilupakan.
Kita tidak dapat meneruskan hidup dengan
baik jika tidak dapat melupakan
kegagalan dan sakit hati di masa lalu.

Tentang Waktu
Ambillah waktu untuk berfikir,
itu adalah sumber kekuatan.
Ambillah waktu untuk bermain,
itu adalah rahsia dari masa muda yang abadi.
Ambillah waktu untuk berdoa,
itu adalah sumber ketenangan.
Ambillah waktu untuk belajar,
itu adalah sumber kebijaksanaan.
Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai
itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan.
Ambillah waktu untuk bersahabat,
itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
Ambillah waktu untuk tertawa,
itu adalah musik yang menggetarkan hati.
Ambillah waktu untuk memberi,
itu adalah membuat hidup terasa bererti.
Ambillah waktu untuk bekerja,
itu adalah nilai keberhasilan.
Ambillah waktu untuk beramal,
itu adalah kunci menuju syurga.

Hidup tak selalunya indah tapi
yang indah itu tetap hidup
dalam kenangan.

Hidup memerlukan pengorbananan.
Pengorbanan memerlukan perjuangan.
Perjuangan memerlukan ketabahan.
Ketabahan memerlukan keyakinan.
Keyakinan pula menentukan kejayaan.
Kejayaan pula akan menentukan kebahagiaan.

Kekayaan bukanlah satu dosa dan
kecantikan bukanlah satu kesalahan.
Oleh itu jika anda memiliki kedua-duanya
janganlah anda lupa pada Yang Maha Berkuasa.



Tugas kita bukanlah untuk berhasil.
Tugas kita adalah untuk mencoba,
karena didalam encoba itulah kita
menemukan dan belajar
membangun kesempatan untuk berhasil

Anda hanya dekat dengan mereka
yang anda sukai. Dan seringkali
anda menghindari orang yang tidak
tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru

Orang-orang yang berhenti belajar akan
menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang
yang masih terus belajar,
akan menjadi pemilik masa depan

Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena
beberapa kesenangan adalah
cara gembira menuju kegagalan

Jangan menolak perubahan hanya karena
anda takut kehilangan yang telah
dimiliki, karena dengannya anda
merendahkan nilai yang bisa
anda capai melalui perubahan itu

Anda tidak akan berhasil menjadi
pribadi baru bila anda berkeras
untuk mempertahankan cara-cara
lama anda. Anda akan disebut baru,
hanya bila cara-cara anda baru

Hanya orang takut yang bisa berani,
karena keberanian adalah melakukan
sesuatu yang ditakutinya. Maka,
bila merasa takut, anda akan
punya kesempatan untuk bersikap berani

Kisahku


Aku, Kamu, dan Kenangan Kita

         Pagi itu, di rumahku, aku, Jerry, dan Ve sibuk memikirkan hal yang paling enak dilakukan untuk hari Minggu besok. Kamarku yang tadinya bersih dan rapi, sekarang seperti kamar yang tidak pernah dibersihkan selama bertahun-tahun. Bungkus – bungkus snack dan ’roti’ berceceran di sekeliling kamarku. Kotor. Benar-benar kotor. Beda sekali dengan kepribadianku yang selalu rapi dan bersih. Jerry dan Ve paling bisa membuat kamarku berantakan. Ve yang sibuk dengan majalah gadisnya segera mengagetkan Jerry yang sedang asyik menikmati susu hangatnya ketika dia sudah menemukan ide yang tepat.
         ” Jer, aku sudah nemuin hal yang menarik untuk kita lakukan besok,” tetapi Jerry hanya diam, tidak menghiraukannya.
         ” Jer, woi!!”
         ” Susuku tumpah,” jawab Jerry dengan lemas. Karena Jerry tau kalau aku bakalan marah apabila boneka marsupilami kesayanganku ditumpahi dengan susu coklat yang jelas-jelas susah sekali untuk menghilangkan nodanya.
         ”Kue brownies ala Tiie siap dihidangkaaaan,” kataku sumringah sambil membawa sepiring brownies yang baunya menggoda. Suasana hening di kamar. Tidak ada ocehan Jerry yang biasanya langsung menyantap makananku dan Ve yang selalu mengomentari masakanku. Mereka hanya memandangku dengan tatapan yang menurutku itu tatapan paling aneh yang pernah kulihat.
         ” Kok tumben pada diem semua? Biasanya tanpa disuruh kalian langsung merebut kue browniesku dan dalam hitungan detik, kue yang ada di piring ini sudah berada di dalam perut kalian,” cerocosku.
         ” Tiie, maafin aku...” kata Jerry sambil memeluk boneka marsupilamiku.
         ” Kenapa?”
         ” Bonekanya kena noda,”
         ” Noda apa, Jer??” tanyaku penasaran.
         ” Susu. Tadi aku minum susu sambil memeluk bonekamu, terus Ve ngagetin aku. Terus nggak sengaja susuku tumpah. Terus nggak sengaja juga numpahin ke...”
         ” Bonekaku?” potongku yang sudah mulai nggak sabar mendengar penjelasan Jerry yang bertele-tele.
         ” Iyah,” jawab Jerry dan Ve bersamaan.
         ” Huftd, iyah deh nggak apa-apa. Tapi nanti anterin aku ke tempat laundry langgananku yah..”
         ” Oke,”
         Ketika Ve akan manyalurkan idenya padaku dan Jerry, tiba-tiba saja HP ku berbunyi. Nomor pribadi. Penggemarku mungkin, batinku. Aku menepuk pundak Ve pertanda bahwa dia harus melanjutkan idenya yang sempat terputus tadi. Dia mempunyai ide kalau kita sebaiknya menjelajah ke puncak, besok.
         ” Terus kemana?” kataku.
         ” Cuma muter-muter aja??nggak seru dong,” tambah Jerry.
         ” Kita udah berjam-jam nih mikirnya, tapi mulai tadi nggak ada hasilnya,” ujar Ve tak mau kalah.
         Setelah bermenit-menit kami berdebat, akhirnya kami menemukan ide yang bagus. Tak jauh melenceng dari ide Ve. Menjelajah ke gedung tak berpenghuni di puncak. Segera kami bertiga menghubungi pacar kami untuk memberitahukan tentang hal ini. Karena kami tidak sendiri untuk menjelajah. Kami mengajak pacar. Dan mereka menyetujui ide kami ini.
         Jerry yang seharusnya sudah kenyang karena minum susu tadi, dia langsung menyantap kira-kira dua per tiga browniesku. Dasar cewek nggak tau aturan, batinku.
         ” Bagianku mana nih?” kata Ve sambil menunjuk brownies yang hampir habis.
         ” Bagianmu ada didalam perutku, Sayang,”
         Seketika itu juga tawa kami menggelegak. Memenuhi kamarku yang awalnya berantakan semakin berkesan awut-awutan.
         Jerry, temanku yang satu ini memang hobinya makan. Entah itu enak atau tidak. Yang penting makanan itu bisa menemani perutku yang kosong, kata-kata yang biasa keluar dari mulut Jerry saat kelaparan.
         Ve, temanku yang satunya lagi, dikenal dengan teman yang ganas. Karena dia mempunyai karakter wajah yang berkesan jutek. Teman-temanku unik.
***

         Kriiiing...........Kriiiiiiiing........
         Jam beker ayam-ayaman ku sudah menunjukkan pukul lima pagi. Segera aku beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Lalu sholat. Setelah sholat shubuh, aku langsung bersiap-siap karena Oggi akan menjemputku pukul 8 nanti.
         Aku mengoleskan pelembab wajah Baby Cream supaya wajahku terlihat lebih halus. Nivea Cherry kuuleskan di bibirku yang bagus, kata Oggi, supaya lebih menarik. Penjelajahan kali ini bukan penjelajahan yang biasa menurutku. Aku keluar bareng dengan pacarku, Oggi itu pertanda baik karena seminggu terakhir ini hubunganku dengan dia benar-benar rumit. Jadi sekarang saatnya aku akan merubah sikap untuknya. Dari yang posesif menjadi lebih longgar.
         Pakaian apa yah yang harus ku pakai?? Saking bingungnya, semua pakaian-pakainku, aku keluarkan dari lemari dan kulemparkan ke kasur. Aku mencobanya satu-persatu. Akhirnya mataku tertuju pada sepotong baju yang kupikir itu cocok kupakai untuk penjelajahan nanti. Kaos simple dengan bertuliskan I Love Adventure berwarna abu-abu terkesan sporty. Apalagi jika dikombinasikan dengan hotpants biru. Hmmm, sempurna. Sekarang aku akan mencari sepatu yang cocok. Akhirnya aku memilih sneakers. Sepatu kesayanganku.
         Waktu sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Aku sudah siap. Tinggal menunggu Oggi untuk menjemputku. Tiba-tiba HP ku berbunyi. SMS dari Ve.
         Aku, Biie, Jerry, dan Alan sudah kumpul dirumahku. Cepat kesini! Kamu dan Oggi harus on time. Jam delapan harus udah nyampek. Kalau nggak, kalian berangkat sendiri.
         Segera aku mengetik keypad HP ku sehingga membentuk kata ”OK” dan memencet tombol send. Terkirim. Tak lama setelah aku memencet tombol send, Oggi datang dengan sepeda motor satriya nya. Keren banget, pacarku. Tak usah disuruh, aku langsung duduk dibelakang Oggi dan memeluk pinggangnya. Teman-temanku biasa menyebutnya dengan istilah ”menyabuk”. Kami pun segera berangkat.
         ” Hei, kalian telat 2 menit!! Darimana saja kalian? Masih pacaran?!” cerocos Jerry ketika aku dan Oggi sampai dirumah Ve. Yang lainnya hanya nyengir-nyengir kuda.
         ” Iya, maaf, ini salahku. Bukan salah Tiie. Lagian kan Cuma telat 2 menit, bukan 2 jam,” jawab Oggi tak mau kalah. Pacarku memang dikenal dengan cowok keras kepala dan tak mau mengalah, kecuali padaku. Biie dan Alan melerai Oggi dan Jerry yang mulai tadi perang mulut.
         ” Kalau kalian nggak ada yang mau ngalah, kapan berangkatnya?” kata Alan. Aduh, teman-temanku sudah mulai emosi.
         ” Udah dong,” aku menarik tangan Oggi menjauh dari Jerry.
         Perang mulut antara Jerry dan Oggi selesai. Huftd. Seperti kucing dan anjing mereka, batinku. Kami memutuskan untuk berangkat. Oggi membonceng aku. Biie membonceng Ve dengan sepeda motor yamaha vixion nya. Alan membonceng Jerry dengan sepeda motor yang mirip dengan sepeda motor pacarku, satriya. Hanya saja yang membedakan warnanya, satriya kepunyaan pacarku berwarna biru sedangkan kepunyaan Alan berwarna hitam.
         Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00. Matahari sudah mulai terik membuat  punggung kami basah karena keringat. Kami menahan dahaga yang sudah mulai terasa di kerongkongan. Dan menahan perutku yang mulai tadi tidak mau berhenti berbunyi.
         Baru kali ini aku keluar bersama teman-temanku dengan membawa pacar. Biasanya pacarku, Oggi, paling tidak suka bila acara kencannya harus diusik oleh orang lain. Nggak bisa fokus, itu jawaban yang selalu terlontar disetiap kali aku tanya kenapa kamu nggak mau keluar dengan teman-temanku atau double date. Dasar sifat anak kecil.
         ” Tiie, udah mau sampai di daerah puncak nih? Kamu nggak dingin Cuma pake baju kayak gitu?” teriak Ve dari kejauhan sambil merapatkan badannya kebadan Biie.
         ” Dingiiiin,” balasku berteriak.
         ” Kamu dingin, Ki??” tanya Oggi padaku. Kiki itu panggilan sayang Oggi untukku sedang aku memanggilnya dengan sebutan Koko.
         ” He.em,” aku berdehem. Oggi langsung menggenggam erat tanganku dan menarikku. Otomatis badanku tertarik ke depan dan memeluknya lebih erat dari yang tadi. Kurasakan kehangatan merasuki tubuhku. Kurasakan darahku mendesir lebih cepat. Belum pernah aku sebahagia ini keluar bersamanya. Belum pernah juga aku setakut ini kehilangan dia. Aku sayang kamu. Jangan tinggalin aku yah, batinku, sambil menyandarkan kepalaku ke punggung Oggi.
         ” Gi, jangan pacaran melulu. Kamu kan petunjuk jalan. Kalau nyasar, kamu yang tanggung jawab,” kata Alan.
         ” Beres,Lan,” mengangkat jempolnya.
         ” Lan, jangan diganggu. Jarang-jarang mereka kayak gini,” goda Biie sambil menunjuk kearah kami. Mereka ketawa. Dasar, mereka paling bisa menggoda ku dan Oggi.
***

         Sesampainya, Jerry dan Ve turun dari motor. Biie dan Alan segera mencari tempat yang redup untuk tempat parkir. Sedangkan aku tetap pada posisi seperti tadi, memeluk erat pinggang Oggi, seakan –akan ada suatu dorongan yang mendorongku untuk tetap memeluknya.
         ” Woi...! turun dong,” kata Jerry.
         ” Iya iya,” segera aku melepas pelukanku dan turun dari motor.
         ” Aku parkir dulu yah, Ki,”
         ” Iiya, Ko,” lalu Oggi menyalakan mesin dan menjalankan motor menyusul teman-temannya yang bingung mencari tempat parkir. Meninggalkan kami bertiga di depan gedung tak berpenghuni yang kata penduduk daerah situ ’mistis’.
         ” Ya Allah, sini sono aja pake pamitan,” Ve memukul pelan punddakku. Aku hanya membalas ucapan Ve dengan sesungging senyuman. Senyuman yang aneh.
         Mataku bergerak kesana kesini berusaha untuk melihat gedung itu secara detail meskipun dari jarak jauh dan tatapanku terhenti ketika aku melihat seorang gadis di balik jendela di dalam gedung. Dalam hitungan detik, gadis itu menghilang. Entah ini mimpi atau bukan. Mudah-mudahan tidak ada kejadian buruk yang akan menimpa kami, doaku. Aku pernah mendengar dari almarhum saudaraku yang dulunya tinggal di daerah sini, katanya kejadian buruk pasti terjadi jika sepasang kekasih melihat gadis di balik jendela di dalam gedung. Untung, Oggi tidak ada disini bersamaku waktu aku melihat ’itu’ barusan.
         Lamunanku buyar ketika aku merasa ada yang menepuk pundakku.
         ” Ki..?”
         Oggi, Alan, Biie sudah berada dibelakangku sambil membawa sebotol fanta. Ini yang kumau, Oggi paling mengerti kalau aku lagi kehausan begini. ” glek glek,” ternggorokanku bunyi. Leganya. Membuatku lupa dengan kejadian yang aku lihat barusan.
         Alan menarik tangan Jerry untuk mengajak masuk ke dalam gedung. Disusul dengan Biie, Ve, Oggi, dan aku. Oggi menggandeng tanganku. Dan aku berusaha untuk menjajari langkahnya yang cepat.
         ” Aduh!” teriak Oggi sambil melepas gandenganku. Aku menggandengnya terlalu kencang sampai-sampai denyut nadi dipergelangan tangannya terasa.
         ” Maaf, Ko,” kataku dengan nada manja.
         Braak!!! Terdengar suara pintu yang dibanting. Seketika kami terlonjak dan langsung menoleh ke belakang. Ke arah pintu besar itu. Tidak ada siapa-siapa. Hanya angin semilir yang kami rasakan. Mistis. Benar-benar gedung yang berbau mistis. Sesajen berserakan di bagian pojok-pojok gedung. Dan banyak sekali serpihan-serpihan kaca pecah di lantai. Di atapnya, terdapat sarang laba-laba dan burung walet yang membuat gedung itu semakin terlihat kotor. Kami berenam jalan terus menelusuri lorong panjang yang gelap. Hanya ada secercah cahaya yang menembus tembok bolong dan juga jendela kusam. Ve dan Jerry memegang erat lengan pacarnya masing-masing. Begitu juga denganku.
         Akhirnya di ujung lorong, kami mendapati sebuah ruangan yang digembok. Tetapi dibawahnya ada kunci yang sudah berkarat. Mungkin itu kunci gemboknya. Biie mencoba membuka gembok dengan kunci berkarat itu. Berhasil.
         Sebuah kamar dengan tatanan kuno membuat bulu kudukku berdiri. Oggi, Biie, dan Alan mengobrak-abrik isi lemari yang penuh dengan debu. Banyak berkas-berkas yang mungkin isinya penting, di dalamnya. Mereka terus dan terus mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk untuk mengetahui penghuni gedung mistis ini. Siapa tau kami bakalan diliput oleh media massa sebagai penemu ’ mengapa bangunan tua ini disebut dengan bangunan mistis?’
         ” Aku nemuin ini,” bisik Oggi pada Alan.
         ” Apaan tuh?” gumam Alan.
         ” Buku harian,” ketakutan mulai kami rasakan ketika Oggi membacakan buku harian milik Anne yang berjudul ’Akhir Hidupku’.
***

         Pikiranku kembali melayang mengingat kisah pahit tiga tahun lalu. Disaat aku sedang bertengkar hebat dengan kekasihku. Karena dia mulai tidak perhatian lagi padaku. Jarang menghubungiku, dan parahnya, dia suka memarahiku dengan alasan aku tak pernah mengerti dia. Aku pikir hubunganku dengan Jhoni bakalan berakhir. Tapi ternyata dugaanku salah. Dia datang ke rumahku, minta maaf padaku sambil membawa sepoket bunga mawar ungu. Bunga yang sangat langka waktu itu. Wajahku yang awalnya kusam, langsung berubah sumringah disaat melihat wajah Jhoni dengan senyuman khasnya. Senyuman dengan dua lesung pipit yang melambangkan ketulusan. Dia mengajakku keluar. Ke gedung yang paling besar di puncak. Nggak romantis. Tapi nggak apalah yang penting hubunganku dengan dia membaik.
         Sesampainya disana aku tercengang. Tercengang melihat suasana gedung itu yang ternyata romantis. Dengan pemandangan gunung dibelakangnya. Gedung itu seperti tempat penginapan. Tapi bukan hotel. Meskipun gedungnya besar, bangunan kuno ini lebih dikenal dengan tempat penginapan yang sederhana. Tatanan tiap ruangan yang dibuat sekuno mungkin, membuat ku seperti berada di jaman dulu.
         Aku dan Jhoni memilih kamar nomor 123. Pemandangan yang menakjubkan bisa kulihat langsung dari balik jendela kamarku. Jhoni yang baru keluar dari kamar mandi untuk mencuci wajah langsung menghampiriku dan berkata, ” maafin semua kesalahanku ya..,”
         Aku hanya bisa tersenyum simpul dan tak berkata apa-apa. Senyumnya membuatku bisu. Keheningan terjadi sesaat. Jhoni merangkul tubuhku dan menarikku kedalam pelukannya. Kurasakan jantungnya yang berdetak cepat. 3 menit. Aku lupakan semua masalah yang ada tentang diriku dan dirinya. Jhoni mengangkat wajahku dan mendekatkan dengan wajahnya. Semakin dekat. Semakin dekat. Darahku berhenti mengalir sesaat. Bibirnya yang lembut membuatku tak sanggup untuk bernafas. Hembusan nafasnya yang lembut juga bisa kurasakan. Hangat. Lama setelah itu, kuangkat wajahku dan kupendamkan di dadanya. Aku menangis sejadi-jadinya. Dia menggenggam tanganku dan berbisik, ” terima kasih,”. Aku benar-benar nggak ngerti apa maksudnya. Aku tetap memendamkan wajahku. Dan kudengar detak jantungnya yang semakin lama semakin cepat.
         Deg. Deg. Deg. Deg. Dan berhenti. Tak kudengar lagi detak jantungnya. Tangan Jhoni yang awalnya hangat berubah menjadi dingin. Kutatap lekat-lekat wajahnya. Pucat. Ada apa ini??. Segera aku berlari meminta pertolongan.
         ” Bagaimana keadaan Jhoni, dok?” tanyaku setengah berharap pada dokter.
         Dokter itu menggelangkan kepala lalu berkata, ” Saya sudah berusaha semampu saya. Yang sabar. Anda saudaranya?”
         ” Bukan. Saya pacarnya.”
         ” Oh, baiklah, bisa ikut keruangan saya?”
         Aku mengikuti langkah dokter menuju keruangannya.  Aku berjalan dengan tenaga yang masih tersisa. Mataku yang bengkak karena kebanyakan menangis membuatku susah untuk melihat. Kepalaku pening. Setiap aku mengingat kejadian kemarin di gedung, air mataku selalu keluar.
         ” Apa yang sebenarnya terjadi, dok?”
         ” Kekasih Anda mengidap penyakit kanker hati stadium 4,”
         aku terlonjak kaget. ” Stadium 4? Darimana Anda tau?” .Air mata sudah mulai menggenang di kantung mataku.
         ” Jhoni itu pasien saya. Seharusnya kemarin dia check up. Tapi dia tidak datang. Saya nggak tau kemarin dia kemana? Kok bisa-bisanya dia sampai lupa kalau kemarin itu jadwal dia harus check up,” terang dokter.
         ” Saya permisi, Dok,”
         Keterangan dokter waktu itu benar-benar membuatku shock. Jhoni berkorban nyawa hanya demi aku. Hanya demi seorang gadis tak berguna sepertiku yang tak pernah berkorban apa-apa untuknya. Seandainya waktu bisa diulang kembali, nggak akan pernah aku bersikap egois padanya. Saking egoisnya, aku bahkan nggak tau dia mengidap penyakit separah itu.
         Setelah pemakaman Jhoni, aku kembali ke gedung bersejarah. Menyewa kamar nomor 123, kamar yang aku dan Jhoni sewa. Menangis. Menangis. Dan menangis. Itu yang selalu kulakukan setiap aku mengingat kenangan indah itu di pojok kamar. Kadang juga aku melihat bayangan Jhoni baru keluar dari kamar mandi. 
         Genap tiga tahun setelah meninggalnya Jhoni, aku berniat untuk mengakhiri hidupku. Percuma aku hidup, tanpa adanya dia disisiku. Walaupun Jhoni sempat hadir dalam mimpiku dan berkata ,” Jangan pernah melakukan hal bodoh. Aku lebih tenang kalau kamu bisa kembali seperti dulu. Seperti Anne yang kukenal,”. Tapi aku benar-benar nggak sanggup. Apalagi bila aku harus melihat sepasang kekasih yang bahagia diluar sana. Hanya kebencian yang keluar di hatiku.         
         Jam 12 siang nanti, aku akan berkorban nyawa untuknya. Untuk Jhoni.
(jangan pernah buang ataupun bakar buku ini. Biarkan buku ini lenyap dengan sendirinya termakan oleh waktu)
                                                                                                                        Anne,
***

         ” Aku mau pulang,” rengek Jerry.
         ” Aduh, manja, gini aja takut,” cetus Oggi sambil menutup buku harian itu dan meletakkan di tempat semula.
         ” Nyebelin banget sih kamu,”
         ” Hehehe, bercanda,”
         ” Ya udah deh, kita pulang duluan yah. Udah mulai sore nih,” Alan membenarkan posisi duduknya lalu berdiri. Bersiap-siap melangkah keluar dari kamar 123.
         ” Nggak asik banget sih kamu, Lan,” gumam Oggi.
         ” Pulang aja deh, udah sore . Masa’ kamu mau terus-terusan di tempat yang kayak gini?” ve menyambung.
         Kami memutuskan untuk pulang. Ketakutan yang kurasakan masih tetap terasa. Sesekali bayangan gadis itu melintas di pikiranku. Ku genggam tangan Oggi. Jalan menelurusuri lorong dan keluar dari pintu gedung yang besar itu.
         ” Tunggu disini yah,” kata Biie pada Ve, Jerry, dan aku.
         Aku kembali melihat gadis itu dibalik jendela di dalam gedung. Oh Tuhan, ini cuma halusinasiku. Aku berusaha untuk melupakan itu. Kulihat Oggi, Biie, dan Alan datang.
         ” Helmku mana?”
         ” Nggak tau, Ki, tadi helmnya nggak kamu bawa kan?”
         ” Nggak. Aduh, ya udah deh,”
         Ve naik ke motor Biie dan Jerry naik ke motor Alan. Mereka pulang langsung dengan arah yang berbeda. Meninggalkan aku dan Oggi berduaan di depan bangunan tua itu. Ketika aku akan naik motornya, Oggi melepas jaket dan memakaikannya di badanku. Seulas senyum tersungging di wajahnya. Aku tersipu malu. Seperti tadi, tak usah disuruh, aku langsung duduk dibelakang Oggi dan memeluk pinggangnya. Kulihat bulu tangannya yang berdiri karena kedinginan. Kasihan.
         Aku berusaha untuk membuatnya hangat. Memeluknya lebih erat. Lebih erat. Saat aku sedang memikirkan kejadian aneh yang kulihat tadi, kecepatan motornya dipercepat. 100km/jam. Untung jalanan di puncak sepi. Saking ketakutannya, aku memukul pundak Oggi.
         ” Pelan-pelan dong, aku takut,”
         ” Biarin,”
         ” Oggi!” aku menyentak.
         ” Ada satu syarat,” nada suara Oggi mulai bergetar. Aku bingung. Aku nggak ngerti.
         ” Apa?” tanyaku penasaran.
         ” Kamu pakai helmku,”
         ” Oke. Aku pakai helm mu, tapi nanti kecepatan motormu dikurangi yah,”
         ” Janji,”
         Tanpa berpikir panjang, aku segera melepas helmnya dan kupakai. Yang kuinginkan sekarang hanya, aku dan Oggi bisa sampai rumah dengan selamat. Aku masih tidak mengerti apa maksudnya. Mengapa dia menyuruhku memakai helm?, timbul pertanyaan yang aneh dalam batinku. Perasaanku mulai tidak enak ketika aku memegang dada Oggi dan kurasakan detakannya yang sangat kencang.
         Sampai di perempatan, Oggi tetap tidak mengurangi kecepatannya. Kulihat rambut Oggi yang basah karena keringat. Aneh. Tiba-tiba saja jantungku juga berdetak hebat. Ada apa ini? Apa yang akan terjadi padaku dan Oggi, batinku panik.
         Di belokan yang tajam, Oggi tetap tidak mengurangi kecepatannya. Dan kulihat truk dari arah yang berlawanan mengklakson kami. Aku berteriak histeris, ”aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..”. Brak!. Kami terpental.
         Aku berusaha membuka mataku. Sekuat tenaga aku berjalan untuk menghampiri Oggi. Tapi aku tak melihatnya. Pandanganku kabur. Aku berjalan lunglai. Tak ku hiraukan darah yang mengalir deras di kaki ku. Terlihat samar-samar ada seorang cowok yang jongkok di pinggir jurang. Badannya bersimbah darah. Kutekadkan untuk mendekat dan sekitar jarak yang tidak terlalu jauh aku memanggilnya, ” Tolong aku,”. Pria itu menoleh. Kakiku terkulai lemas ketika aku mendapati orang yang menoleh padaku adalah Oggi. Aku berjalan mendekat dengan sisa-sisa tenagaku. Dan gelap.
***

         ” Aku dimana?” tanyaku pada Ve, setengah sadar setengah tidak.
         ” Kamu di rumah sakit,” suara Ve bergetar dan dia menggenggam tanganku. Genggaman persahabatan.
         ” Oggi mana? Apa yang terjadi?”
         ” Kemarin kamu kecelakaan di belokan tajam. Seseorang yang diduga itu pacarmu sekarang ada di ruang otopsi. Wajahnya rusak. Polisi belum yakin kalau itu Oggi dan sekarang polisi masih mencari keterangan tentang dia. Tapi penduduk sekitar situ menyakini kalau itu Oggi. Soalnya setelah peristiwa kecelakaan itu, para penduduk melihat ada cowok yang tersangkut di pinggir jurang,” jelas Ve panjang lebar.
         Tak kuasa aku menahan air mataku. ” Kemarin?? Kemarin Oggi menyuruhku untuk memakai helmnya. Itu sudah perjanjian. Kalau aku pakai helmnya, dia akan ngurangi kecepatan sepeda motornya. Tapi nyatanya, nggak. Sampai-sampai peristiwa itu terjadi,” jelasku terisak.
         ” Remnya blong, Tiie.”
         ” kamu kok tau?”
         ” Biie baru cerita padaku waktu kami sudah pulang duluan. Sesudah pulang dari gedung itu, Oggi merasa ada kejadian buruk yang akan menimpanya. Dan anehnya, nggak ada sebab, rem yang awalnya baik-baik saja, jadi blong. Oggi nggak mau bikin kamu panik. Dia mencari akal supaya kamu baik-baik saja. Dan cara itu yang terbaik, menurut Oggi,”
         ” Kenapa kamu nggak hubungi aku?!”
         ” Aku sudah berulang-ulang hubungi kamu, tapi telponmu nggak aktif,”
         Penyesalan menggelayuti otakku. Aku menelan ludah. Bersiap-siap untuk kehilangan seseorang terpenting dalam hidupku. Aku menyunggingkan senyum. Senyuman yang pahit.
         Tiiit..Tiiit..SMS dari Alan,
         itu beneran Oggi. Jangan buat Tiie shock. Biarkan dia tenang dulu baru ceritakan hal ini.
         Seakan-akan seribu pisau menusuk jantungku ketika Ve membacakan sms itu. Hal yang kutakutkan ternyata terjadi juga. Aku harus kehilangan dia. Bukan untuk sementara tetapi selamanya.
***

         Sepulang dari pemakaman, aku tidur siang. Berharap Oggi berkunjung ke mimpiku. Menjaga tidurku.
         ”Jangan melakukan hal bodoh seperti apa yang dilakukan Anne. Jalani semua kegiatanmu seperti apa adanya. Aku lebih suka kamu yang ceria bukan yang selalu mengurung diri di kamar. Ini bukan salahmu. Aku melakukan ini karena aku benar-benar sayang padamu. Kamu jangan takut aku bakalan pergi. Aku tetap disini. Aku tetap disampingmu. Menjagamu selamanya,”
         Aku terbangun dari tidurku. Aku juga sayang kamu, Oggi. Aku nggak akan mengurung diri, aku nggak akan menjadi pendiam. Aku akan tetap seperti dulu, seperti apa yang kamu minta. Semoga kamu bahagia disana,......
***


Cerpenku


Ibuku

Suatu ketika,,seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia..Menjelang diturunkan dia bertanya kepada Tuhan “para malaikat disini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia”..”tetapi bagaimana cara saya hidup disana?saya begitu letih dan lemah” kata si bayi..Tuhan menjawab “Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu”..”tapi di surga, apa yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa.ini cukup bagi saya untuk bahagia” demikian kata si bayi..Tuhan pun menjawab “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan jadi lebih berbahagia”..Si bayi pun bertanya kembali,”dan apa yang dapat saya lakukan saat saya ingin berbicara dengan-Mu?”..Sekali lagi Tuhan menjawab “malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa”..Si bayi pun belum puas, ia pun bertanya lagi “Saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat, siapa yang akan melindungi saya?”..Dengan penuh kesabaran Tuhanpun menjawab,”malaikatmu akan melindungimu dengan taruhan jiwanya sekalipun”..Si bayi pun tetap belum puas dan melanjutkan pertanyaannya,”tapi saya akan bersedih karena tidak melihat Engkau lagi”..Dan Tuhan pun menjawab,”malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Aku dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepada-Ku, walaupun sesungguhnya Aku slalu berada disisimu”..Saat itu surga begitu tenangnya. Sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang anak dengan suara lirih bertanya,”Tuhan,..jika saya harus pergi sekarang, bisakah Engkau memberitahu siapa nama malaikat di rumahku nanti?”..Tuhan pun menjawab,”kamu dapat memanggil malaikatmu dengan sebutan.......IBU”..Kenanglah ibu yang selalu menyayangimu, untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kamu pergi..Ingatkah engkau, ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu..Ingatkah engkau ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu?..dan ingatkah engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit?..Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan..Kembalilah memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu..Jangan biarkan engkau kehilangan saat saat yang akan kau rindukan di masa datang, ketika ibu telah tiada..Tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambut kita, tak ada lagi senyuman indah....tanda bahagia..Yang ada hanyalah kamar yang kosong tiada penghuninya..Yang ada hanyalah baju yang digantung di lemari kamarnya..Tak ada lagi dan tak akan ada lagi yang meneteskan air mata mendoakanmu disetiap hembusan nafasnya..Kembalilah segera,,peluklah ibu yang selalu menyayangimu..Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik di akhir hayatnya..Kenanglah semua cinta dan kasih sayangnya..Ibu,maafkan aku,,sampai kapanpun jasamu tak akan terbalaskan..



Ceritaku Juga



MENANTI SEBUAH JAWABAN[i]

Aku ingin memberikan sesuatu padamu. Sesuatu yang mungkin akan berharga bagi hidupmu. Tapi aku takut kau menolaknya.
Apa itu?
Kau akan menerimanya, kan?
Katakan saja.
Berjanjilah untuk menerima apa yang kuberikan.
Baiklah, aku berjanji.
Terima kasih. Sesuatu itu adalah aku. Seluruhku. Sepenuhku.
Kau diam. Kuberanikan diri menatapmu. Kau menunduk.
Maaf, mungkin kata-kataku mengganggu perasaanmu. Tapi telah lama aku menunggu saat ini. Saat ketika keberanianku telah cukup tabah untuk mendengar apapun jawabanmu. Aku menginginkan seseorang yang bisa menggembirakanku dan aku bisa menggembirakannya. Kalau kau bisa menggembirakanku dan menurutmu aku bisa menggembirakanmu, terimalah aku.
Samar kurasakan kaki meja bergetar. Lalu kau bertanya:
Aku bisa menggembirakanmu?
Kau bisa menggembirakanku.
Sungguh?
Aku mengangguk. Lalu tanyamu selanjutnya:
Kau bisa menggembirakanku?
Kau lebih tahu.
Kalau begitu beri aku waktu.
Akan kutunggu. Tapi kau telah berjanji.
Kau mendongak. Sorot matamu membulat di mataku. Aku terkesiap.
Hey, makanannya kok dibiarin aja, katamu tiba-tiba. Aku tersentak. Dan kudapatkan lagi wajahmu yang semula, segar dan ceria.
Kulirik jam di ponsel: 01.40. Malam selalu melambat jika kau datang mengusik kesunyian. Sekiranya aku tidur lebih awal, mungkin saat ini sudah pukul 9 pagi. Kawan sekamarku masih lelap dalam mimpi. Tampaknya ia sama sekali tak terganggu. Aku memang tak mengeluarkan suara apa-apa. Hanya desah nafas, seruput kopi yang hampir habis, dan tombol keyboard yang terlalu lembut untuk bikin ribut. Bahkan lagu-lagu pengantar malam yang biasanya mengalun melalui MP3 pun lupa kumainkan.
Layar komputerku bergerak-gerak. Seperti naik turun. Atau mataku yang mulai rabun.
Kalau saja percakapan ini nyata. Tahukah kau, saat malam-malam jadi panjang karena memikirkanmu, hatiku selalu digayuti keraguan. Kenapa mengingatmu mesti mendatangkan rasa yang tak beraturan? Aku tahu hanya ada dua kemungkinan untuk menghentikan ini: melenyapkanmu dan namamu dan wajahmu dari ruang hatiku, atau mengungkapkan langsung apa yang kurasakan. Tapi kedua-duanya berat kulakukan. Tampaknya yang paling kubutuhkan adalah kata-katamu. Katakanlah sesuatu. Aku mencintaimu, tapi aku lebih mencintai kebenaran. Biarpun pahit.
Sudah lama kita saling kenal nama. Kita sering bertemu di acara organisasi. Tapi kini aku ingin tahu dirimu lebih dekat. Sejak lima enam bulan lalu hampir tiap malam aku bermimpi tentang perempuan. Pernah beberapa perempuan berbaris di depanku, dan aku disuruh memilih salah satu. Aku lupa siapa yang kupilih. Tapi dalam kenyataan aku memutuskan untuk memilihmu. Padahal kau tak pernah muncul secara jelas. Pilihanku padamu memang bukan digerakkan oleh mimpi. Lagi pula kebanyakan mimpi hanyalah pemenuhan hasrat atau harapan. Bahwa aku memutuskan memilihmu, rasanya tak perlu kujelaskan. Bukankah cinta tak memerlukan alasan?
Tapi kau memang begitu cantik, baik, dan ramah pada semua orang. Cantik? Tentu saja, meski setiap orang bisa menunjukkan gadis-gadis lain yang lebih cantik. Baik? Dia pernah menolakku, kata seorang teman, jadi dia tidak baik. Ramah pada semua orang? Di depanku dia selalu cemberut, kata teman yang lain. Mungkin pernah ditolak juga. Tapi setidaknya itulah kesanku padamu saat kita beberapa kali bertemu dan saat aku melihatmu di antara teman-temanmu.
Ternyata kusebutkan pula alasan itu.
Dan hingga malam ini aku masih mengingat setiap percakapan kita. Masih terbayang saat bibirmu bergerak-gerak membuka dan menutup. Aku suka senyummu yang terurai setiap kali aku menatapmu lama tanpa berkedip. Apakah senyum itu hanya untukku? Aku tak yakin. Kupikir kau seorang perempuan yang mudah menelan korban. Sehabis percakapan yang cukup lama denganmu waktu itu, aku merasa bahwa suatu ketika aku pasti akan menjadi salah satu korbanmu. Tapi dengan senang hati aku akan menjalaninya, dan tersenyum seraya berharap kau pun akan sama-sama menjadi korban sepertiku.
Berapa laki-laki yang telah menjadi korbanmu? Tambahkan satu lagi: aku.
Saat kusadari aku telah terseret dalam jeratmu, aku mulai sering menghubungimu, mengirimmu sms mengajak ke satu acara, diskusi atau nonton atau sekadar lari pagi. Sayang waktunya tak pernah tepat. Begitulah setidaknya aku bisa menganggap. Atau memang kau tak suka acara-acara itu? Seharusnya aku tahu apa saja kesukaanmu.
Lalu kutanya teman sekamarmu, bagaimana menyenangkan hati perempuan? Ia malah balik bertanya, siapa perempuan yang sedang kusuka. Waktu itu aku tak menjawab karena malu berterus-terang. Tapi sekarang ingin sekali kuberikan informasi itu kepadanya agar ia bisa menjawab pertanyaanku. Aku ingin tahu bagaimana menyenangkan hatimu.
Dan aku jadi sering berkunjung ke tempatmu. Aku merasa teman-temanmu mendukung. Tiap kali aku datang, mereka menyingkir memberi kita ruang dan waktu untuk berdua. Aku jadi ge-er. Atau begitukah yang mereka lakukan terhadap siapapun yang mendatangimu? Ingin sekali aku bicara dengan mereka tentangmu. Mereka tentu tahu apa yang kau rasakan terhadapku, seperti halnya teman-temanku tahu apa yang kurasakan terhadapmu. Aku yakin, siapapun kita, laki-laki perempuan, tak pernah tahan memendam rahasia sendirian.
Saat kampanye pemilihan presiden mahasiswa di kampus kita waktu itu, kucari-cari terus sosokmu di antara kerumunan. Di manakah kau berdiri, kuingin ada di sampingmu. Tapi tatkala kita bertemu pandang, aku hanya tersenyum dan melambaikan tangan. Tak berani aku mendekatimu dan mengajakmu berbincang-bincang. Tentang keramaian. Atau tentang apa saja. Bagaimana menurutmu peluang calon presiden dari partai kita? Kau yakin kita menang lagi tahun ini? Tentu kita menang. Lihatlah massa yang mengikuti kampanye ini. Membeludak. Semuanya bergembira.
Tiba-tiba namaku dipanggil. Giliranku rupanya. Aku pun naik ke panggung dan menyiapkan gitar. Kupersembahkan lagu ini khusus buat seseorang, kataku sebelum bernyanyi. Sebutkan, sebutkan, kata orang-orang. Tapi rasanya tak perlu menyebut nama di tempat terbuka seperti ini. Dan lagu terbaru Padi Menanti Sebuah Jawaban langsung meluncur bersama dentingan senar.
Aku tak bisa luluhkan hatimu… Penonton bersorak.
Dan aku tak bisa menyentuh cintamu
Seiring jejak kakiku bergetar
Aku t'lah terpagut oleh cintamu
Ah, kalau tadi sempat kukatakan namamu, mungkin banyak perempuan akan cemburu, he he he. Tapi biarlah. Yang penting kau tahu siapa yang kumaksudkan. Terima kasih pinjaman kasetnya. Kukembalikan setelah ini.
Setelah menyanyikan dua lagu lagi, aku turun dan berdiri di dekat panggung, mencari sosokmu dari kejauhan. Tadi kulihat kau, bersama para penonton yang lain, menari mengikuti lembut laguku. Pindah ke mana kau sekarang? Lagu berubah menjadi rock metal. Di kalangan mahasiswa pun, yang katanya terpelajar, kampanye tak akan dihadiri orang tanpa musik, dan kegembiraan mereka akan berkurang tanpa musik keras. Aku menemukanmu. Kau melirikku, dan tersenyum. Aku merasa diundang. Lalu kuputuskan untuk menghampirimu. Tapi tiba-tiba acara terhenti sejenak, dan kulihat seorang temanku tergeletak. Ia terjatuh dari panggung karena keasikan berjoget. Tulang kakinya retak. Dibantu beberapa orang, ia dibawa ke klinik, dan kini, sebulan kemudian, ia masih dirawat di ahli patah tulang.
Ada-ada saja kau ini, kataku saat menjenguknya. Ia ditemani keluarga dan kekasihnya yang setia.
Mungkin ini tumbal untuk kemenangan presiden kita, katanya. Tapi untung sakitnya sekarang. Coba kalau tahun kemarin, tentu tak ada yang merawat dan menungguiku.
Sialan! Tapi dia betul. Saat ini aku jangan sakit, apalagi sampai dirawat inap. Aku tak bisa bayangkan seandainya itu terjadi. Mungkin aku akan sendirian tanpa ada yang menghiburku. Keluargaku tentu akan menungguiku. Kawan-kawanku juga pasti datang. Tapi aku ingin kau… Aku jangan sakit kalau belum ada kau.
Kenapa kau menginginkanku?
Selama ini aku seperti berjalan bolak-balik dalam lingkaran setengah, dalam huruf C. Aku ingin berjalan dalam lingkaran penuh, dalam huruf O. Kau punya huruf C juga, dan aku ingin huruf C-mu disatukan dengan C-ku. Menjadi O. Kita akan bertemu di suatu titik dan bisa berjalan bersama-sama.
Aku tak mengerti.
O ya, perumpamaan itu kuperoleh dari sebuah novel.[ii] Nanti kupinjamkan kalau kau mau. Singkatnya, aku membutuhkanmu.
Kenapa kau membutuhkanku?
Selama ini aku selalu bernyanyi sendirian. Aku main gitar dan bernyanyi sendirian. Aku ingin main gitar dan kau bernyanyi mengiringi. Aku ingin kau bernyanyi dan aku main gitar mengiringi. Lagu apa yang kau suka? Akan kupelajari kunci-kuncinya.
Bikin saja grup band?
Aku ingin kau yang jadi vokalisnya. Aku sering membayangkan senja, saat matahari separuh terbenam dan langit memerah keemasan, kau dan aku duduk di teras rumah di lantai dua. Ya, rumah kita nanti akan kubikin dua lantai. Aku mainkan gitar dan kau bernyanyi. Orang-orang  yang lewat di depan rumah menoleh ke atas dan kita terus bernyanyi. Aku menatapmu dan kau tersenyum. Aku tersenyum dan matamu berbinar. Lalu pipimu merona, lebih merah dan lebih keemasan dibanding senja. Dan keindahan itu pun sempurna.
Dan khayalanmu pun sempurna.
Tak mungkinkah ini jadi kenyataan?
Keindahan yang sempurna dan khayalan yang sempurna. Tak mungkinkah jadi kenyataan? Adakah yang sempurna dalam kenyataan? Mudah-mudahan kau menganggapnya ada.
Setidaknya aku bisa berkhayal tentang sesuatu yang indah. Meski hingga kini aku belum tahu sama sekali perasaanmu padaku. Kau belum mengatakannya, dan aku pun tak merasakan sinyal apapun darimu, tanda-tanda yang benar-benar tegas. Aku sering sms, tapi kadang-kadang saja kau balas. Aku tahu tentu kau harus berhemat. Tak apa-apa. Untuk meneleponmu pulsaku juga tak banyak.
Tapi kau mengerti, kan, apa yang kurasakan?
Yah, mungkin. Kau sering sms malam-malam.
Apa yang kau rasakan saat membaca sms-smsku?
Entahlah. Tapi kusarankan kau jangan terlalu banyak begadang.
Terima kasih. Tapi aku begadang karena kau. Kau bikin aku terjaga terus hingga pagi. Tapi apa yang tersisa dari kesadaran di malam hari? Sunyi. Hanya sunyi. Aku sedikit terbantu oleh gitar dan lagu dan puisi. Tapi mereka tak bisa benar-benar membawamu ke sini.
Sekarang aku ingin tahu bagaimana hatimu. Katakanlah segera. Kalau terlalu lama kau diamkan aku, putus asa bisa datang dan aku akan kian tenggelam dalam kesunyian. Rasanya apa yang kulakukan dan kukatakan sudah terang. Tak perlu diterjemahkan lagi. Kau juga perlu memberi batas waktu pada dirimu sendiri, jangan sampai lagu Rossa terngiang-ngiang di benakmu.
O ya? Lagu Rossa yang mana?
Itu yang “Aku menyesal…”[iii]
Mmh.. yang itu. Kau mengancamku rupanya.
Maaf. Aku hanya tak mau kehilanganmu.
Memangnya aku sudah jadi milikmu?
Aku tergeragap. Ada yang salah rupanya. Tapi kenapa ucapanmu begitu tak berperasaan? Untungnya itu hanya ada di layar. Semoga kenyataannya tidak demikian. Tapi kau memang bisa lakukan apapun terhadapku. Kau bisa hancurkan hatiku, dan kau bisa membuat jiwaku terkatung-katung di antara langit dan bumi.
Ah, perumpamaanku terlalu berlebihan. Klise pula. Kubaca lagi dari awal. Kuperbaiki beberapa kalimat dan kata-kata yang kurang tepat. Sudah baguskah cerpenku ini? Kubaca bolak-balik. Pikiranku tak bisa kutahan untuk tak menilai. Padahal emosiku masih tertanam di alurnya. Sabar, ceritanya juga belum rapi. Kalau sudah, nanti kutunjukkan padamu. Bacalah, tentu kau lebih jernih dalam menilainya bagus atau tidak. Atau barangkali kau yang harus lanjutkan cerita ini! Ya, betul, kau yang harus lanjutkan. Bacalah, dan terserah padamu mau kau apakan nasibku. Aku pasrah, jika aku tak bisa luluhkan hatimu dan menyentuh cintamu. Aku akan terus menunggu, menanti sebuah jawaban.
Tapi sampai kapan aku harus menunggu? Seandainya aku punya sedikit saja keberanian.
Aku teringat kata ayahku, kalau kau mencintai perempuan, katakan saja terus terang dan minta jawabannya. Perempuan memang senang diberi bunga. Mereka mencintai keindahan, tapi mereka lebih membutuhkan kepastian. Itu yang kuberikan pada ibumu.
Ayahku berhasil. Tapi itu dulu, saat laki-laki masih boleh berbuat sesuka hati dan perempuan hanyalah sekumpulan anak ayam yang menanti dikeluarkan dari kurungan. Sekarang telah banyak berubah. Perempuan lebih bebas memilih, termasuk memilih untuk tidak memilih. Mereka juga ingin hanya menikah dengan laki-laki yang mereka cintai, bukan sekadar laki-laki yang mencintai mereka.
Sementara posisiku justru terbalik: aku adalah laki-laki yang mencintai keindahan dan membutuhkan kepastian. Jadi bagaimana mungkin kuberikan kepastian kepada orang lain kalau untuk diriku saja belum yakin?
Dasar peragu! Kumaki juga kau! Masih tak berani? Rasakan! Mampus kau dikoyak-koyak sepi![iv]
Tapi memang, apapun yang terjadi, aku harus tumbuhkan keberanianku. Biarpun nanti akan seperti kawanku. Hampir setahun ia membidik. Lalu nembak. Lalu ditolak. Lalu semalaman ia berlari-lari berputar-putar berteriak-teriak di puncak gedung kampus dengan hanya memakai kolor. Lalu paginya ia terkapar. Mungkin pingsan mungkin tidur. Lalu sorenya ia terbangun dengan perut lapar. Lalu berhari-hari ia mengurung diri dalam kamar. Tapi sekarang toh ia segar bugar.
Dan pula, kiamat apa yang akan kualami kalau ditolak? Aku cukup beriman untuk terjun dari lantai ketujuh. Tiga tahun lalu aku mungkin masih berani lompat dari puncak gedung, karena paling tinggi hanya tiga lantai. Yah, biarpun bisa bikin mati juga. Tapi aku tak mau mati bunuh diri. Apalagi bunuh diri karena cinta, atau nama baikku akan jatuh di mata dunia. Di akhirat pun nasibku tak bakal selamat karena kata agama bunuh diri itu tindakan sesat. Bunuh diri itu menentang takdir dan menghina Tuhan karena menolak umur yang diberikan-Nya. Aku tak tahu benarkah Tuhan terhina karena pemberian-Nya ditolak? Kurasa kalau manusia bisa menolak Tuhan, berarti manusia telah merealisasikan kebebasannya yang paling besar. Berarti manusia itu makhluk yang paling sempurna dan karena itu sempurnalah pula Tuhan sebagai pencipta. Tapi kenyataannya bunuh diri dikutuk oleh agama. Atau mungkin Tuhan tidak suka manusia bebas?
Mungkin kau akan menganggapku terlalu jauh berspekulasi. Yang jelas, aku tak akan bunuh diri hanya karena kau. Kalau aku mati, belum tentu kau akan menyedihkan aku. Malah mungkin kau akan menari-nari dan berteriak di depan orang-orang, inilah aku, gadis paling cantik sedunia hingga banyak pemuda tergila-gila dan bunuh diri karena kutolak cintanya.
Padahal yang bunuh diri hanya aku seorang.
Itu pun kalau jadi. Itu pun kalau aku mati. Kalau aku tidak jadi mati, tentu namaku lebih terpuruk lagi. Malu aku. Belum kalau tulangku ada yang patah dan aku jadi cacat, meranalah aku sampai kiamat. Kau pun belum tentu akan bersimpati padaku, lebih-lebih menerima cintaku. Masih banyak laki-laki yang tidak cacat dan tulangnya tidak patah.
Satu-satunya hiburanku adalah: kalaupun kau tak memberikan hatimu, setidaknya malam-malam bersama bayangmu telah banyak melahirkan ilham. Setidaknya beberapa puisi telah lahir dari senyumanmu. Setidaknya sebuah cerpen kini tengah kukarang.
Saat ini harapanku masih penuh padamu. Kau mau bicara denganku dan sikapmu masih manis padaku.
Beberapa waktu lalu harapan itu sempat anjlok saat kutahu naskah yang kusertakan dalam sebuah lomba cerpen tidak masuk sebagai pemenang. Jauh-jauh hari aku sudah bilang padamu bahwa aku mengikuti lomba itu, dan aku sangat yakin akan menang. Cerpenku cukup bagus dan unik. Kau juga telah memujinya. Tapi ternyata namaku tak disebut dalam pengumuman. Lemas rasanya hatiku. Hilang harapanku untuk mencatatkan suatu kebanggaan di hadapanmu. Tanpa pikir panjang, kuambil buku harian dan kucorat-coret namamu. Juga kuhapus namamu yang kutulis di atas pintu, di lemari dan cermin di kamarku. Aku tak pantas untukmu. Aku tak berharga untukmu.
Malamnya kulayangkan sms: Sebenarnya aku ingin sekali memberikan sesuatu yang berharga bagi hidupmu. Tapi sepertinya keinginan itu harus kutunda sementara waktu, entah sampai kapan, karena aku gagal menang lomba cerpen.
Ingin kulanjutkan sms itu dengan menuliskan bahwa sesuatu itu adalah aku sendiri. Tapi aku jadi ragu apakah aku cukup berharga untukmu? Aku tak punya apa-apa, belum jadi apa-apa. Seringkali aku tak punya uang, tak ada pulsa, dan tak bisa ke mana-mana. Dan aku hanya bisa diam di kamar, berkhayal, sambil berkata-kata sendirian, dalam hati atau di tulisan.
Lalu apa yang bisa kuberikan padamu?
Hidupku sendiri masih jauh dari jelas, dalam bidang apapun. Saat kita bercakap tentang cita-cita, aku pernah mengatakan ingin jadi pengarang, atau pemusik, atau penyair. Tapi semua itu baru keinginan. Jalanku terhalang kabut bermacam warna. Sulit sekali menatap ke depan.
Sepertinya kau salah jurusan, katamu waktu itu. Kenapa tak ngambil sastra?
Mungkin begitu. Makanya sudah sebelas semester aku belum lulus juga. Tapi kurasa tak perlu kuliah sastra kalau ingin jadi sastrawan atau pengarang. Jurusan apapun bisa. Tidak kuliah juga bisa. Lagi pula jurusan sastra itu lebih dimaksudkan agar orang jadi ahli sastra atau kritikus. Yah, biarpun tidak banyak kritikus yang kuliahnya di jurusan sastra, atau lulusan sastra yang jadi ahli sastra. Sama seperti jurusan politik, bukan bikin orang jadi politikus tapi jadi pengamat politik.
Jadi sastra itu lebih karena bakat ya, seperti musik, seperti dagang.
Ya. Sastra bisa kita pelajari dari kehidupan, karena sastra adalah kehidupan itu sendiri. Tapi tentu kita harus banyak berlatih menulis karya sendiri dan membaca karya orang lain. Juga memperhatikan apa yang ada di sekeliling kita.
Tapi aku pernah ikut pelatihan menulis, kata pembicaranya bakat itu hanya satu persen. Sembilan puluh sembilan persen adalah latihan dan latihan.
Ah, itu hanya untuk menghibur para pemula, biar semangat mereka tidak jatuh karena merasa tidak punya bakat. Untuk jadi penulis, siapapun bisa. Tapi untuk jadi penulis yang baik, apalagi jika ingin menghasilkan karya besar, perlu bakat yang besar juga.
Berarti aku tak akan jadi penulis yang baik dong.
Merasa tak berbakat, begitu? Kalau kau merasa senang dan bergairah saat melakukan sesuatu, artinya kau berbakat dalam bidang itu. Tidak selalu memang, karena ada juga orang yang tidak tahu bakatnya bahkan minatnya apa.
Kau mengangguk-angguk, lalu bertanya:
Kau sendiri bagaimana?
Ya begitu. Aku merasa senang dan bergairah saat menulis.
Berarti kau akan jadi penulis yang baik.
Mudah-mudahan.
Aku yakin kau bisa.
Insya Allah. Tapi semuanya membutuhkan totalitas.
Lakukanlah itu.
Bantulah aku.
Apa yang bisa kubantu?
Mungkin seharusnya aku berkata, jadilah kekasihku, dan garis-lekuk tubuhmu akan menjelma sungai yang mengalirkan inspirasi tanpa henti. Tapi aku berpikir, mengarang adalah kerja sendirian. Sudah takdir pengarang untuk selalu berada dalam kesepian. Aku berpikir seolah-olah aku sudah jadi pengarang. Padahal mengarang satu cerpen saja bisa kuhabiskan waktu berbulan-bulan. Itu pun belum tentu selesai, belum tentu bernilai, dan belum tentu dimuat di media massa. Media massa? Kenapa harus dimuat di media massa? Ah, itu satu soal pula. Novel-novelku sampai saat ini baru sketsa saja. Dan puisiku, betapa tak karuan bentuknya. Bagaimana bisa hidup dengan produktivitas seperti itu? Padahal para pengarang top yang tiap minggu cerpennya muncul di koran pun banyak yang hidupnya masih pas-pasan. Mungkin ini takdir pengarang juga: hidup pas-pasan.
Jadi pemusik apalagi. Terlalu banyak saingannya. Kalau mentas, lebih-lebih di acara mahasiswa, jangankan dibayar, malah timku yang harus membayar kepada panitia. Kalaupun dikasih uang, itu tak lebih untuk minum dan ongkos saja. Tapi aku tak boleh menggerutu. Siapa suruh hobi musik?
Sayang memang. Kalau saja aku menang lomba cerpen itu, aku akan punya cukup uang untuk sekadar mengajakmu jalan-jalan, nonton film atau teater.
Sudahlah, tak setiap lomba mesti kita menangkan, ucapmu menghiburku.
Terima kasih. Kau betul. Mungkin saat ini aku harus memikirkan diriku sendiri, menyelesaikan kebutuhan dasarku sendiri, baru memikirkan orang lain. Kalau aku sungguh-sungguh ingin jadi pengarang, aku harus belajar sendirian dan berlatih menaklukkan kesepian.
Tapi bagaimana menghapus namamu dari hatiku? Sementara senyummu masih saja menyiratkan harapan.
Kau tak benar-benar cinta, tuduh temanku satu ketika. Kau hanya inginkan inspirasi darinya untuk mengarang. Bukan sekali dua kulihat kau melarutkan diri seperti ini, malam-malam main gitar dan bernyanyi keras-keras atau sampai pagi duduk depan komputer. Kau suka melebih-lebihkan perasaanmu untuk sebuah lagu, cerpen, atau sajak. Padahal pernahkah perempuan yang kau khayalkan itu kau tembak? Sampai sekarang kau tak punya pacar. Atau jangan-jangan kau selalu ditolak.
Aku diam. Dia nyerocos terus tapi tak kudengarkan. Aku ingin berkonsentrasi pada nada lagu yang baru saja kutemukan. Kupeluk gitar erat-erat, kuulang-ulang nada baru itu agar tak hilang. Tapi lama-lama ocehannya membuatku tak tahan.
Bisa jadi kau benar, kataku. Tapi aku tak bisa mencipta tanpa inspirasi, dan inspirasi tak akan muncul tanpa cinta. Aku punya ukuran sendiri soal ini. Jika aku merasa mencintai seseorang, namun tak satu puisi kuhasilkan, atau lagu atau cerpen, maka cintaku pantas diragukan.
Omong kosong. Lagi pula apa inspirasi hanya muncul dari cinta? Kurasa perasaan apapun bisa jadi inspirasi. Benci dan sakit hati juga bisa.
Ya, tapi benci itu bikin sesak, dan sakit hati itu tak enak. Aku tak mau membenci siapapun, juga tak mau disakiti. Aku ingin selalu gembira dan bisa tetap tersenyum.
Tapi keinginan tak selalu sama dengan kenyataan. Malah kini aku lebih banyak gelisah, hampir tiap malam. Aku seperti matahari di ujung senja, separuh siang separuh malam, terbenam di antara asa dan putus asa, harapan dan kegagalan. Sebagian karena kau, sebagian lagi karena kegelisahan itu sengaja kupelihara.
Ah, seandainya kau ada di sini saat ini, betapa gembiranya hatiku.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Sekali. Dua kali. Siapa ya?
Di ketukan yang ketiga aku beranjak ke pintu dan membukanya.
Kau?
Ya, aku. Kau heran aku bisa ke sini? Semalaman ini aku merasa kau terus memikirkanku. Jadi aku tak bisa tidur dan memutuskan untuk menemuimu.
Jantungku berdegup. Déjà vu!
Kuberitahu, kalau kau kangen dan memikirkanku malam-malam, datang saja ke tempatku.
Mana boleh? Lagi pula belum tentu kau masih terjaga. Aku tak mau membangunkanmu.
Setidaknya kau bisa memandangi jendela kamarku.
Sialan! Aku menggerutu dalam hati. Masuklah, kataku akhirnya.
Tak usah. Tak baik seorang perempuan di kamar laki-laki malam-malam begini.
Ini sudah pagi. Ayolah. Tak baik tuan rumah membiarkan tamunya berdiri di luar.
Kau masuk. Kau bertanya apa yang kulakukan. Menulis cerpen, jawabku, tentang kita. Tanpa disuruh kau duduk di depan komputer dan membaca.
Ceritanya kita lagi di rumah makan, ya. Bagus. Pandai sekali kau mereka-reka dialog kita. Aku suka biar tak semua kata-kata ini pernah kuucapkan. Tapi mungkin akan lebih alami kalau kata-kataku aku sendiri yang menuliskan. Bagaimana?
Ide yang bagus! Justru aku menunggumu untuk meletakkan ending pada cerita ini. Tulislah apa yang kau pikirkan. Nanti kutuliskan apa yang ingin kukatakan.
Lalu kau menulis, meneruskan kalimat terakhir.
Untuk apa kau memelihara kegelisahan?
Aku pun menulis, mungkin sudah takdir pengarang untuk selalu gelisah.
Wah, kau sudah jadi pengarang sekarang, tulismu selanjutnya.
O ya? Aku berhenti sejenak, memikirkan kata apa yang harus kutulis. Kata orang kegelisahan bisa melahirkan inspirasi. Tapi aku lebih suka kau yang menjadi inspirasi. Maukah kau?
Maksudmu?
Kau menjadi orang yang setiap kali aku melihatmu, aku jadi tergugah untuk mencipta.
Apa aku bisa?
Tinggal kau mau atau tidak.
Kalau begitu tulislah apa saja tentang aku, sebanyak yang kau mau.
Tentu. Tapi maukah kau jadi inspirasiku seumur hidup?
Maksudmu?
Kau selalu pura-pura. Dasar perempuan. Baru tahu rasa kalau laki-lakinya mundur dan mencari hati yang lain. Tapi apa benar karena kau perempuan? Mungkin aku juga yang dari tadi berputar-putar saja, tidak langsung ke inti persoalan. Tapi masa kau tak mengerti? Baiklah kalau begitu, sekaranglah saatnya kukatakan terus terang:
Aku mencintaimu. Aku ingin kau jadi kekasihku dan aku jadi kekasihmu.
Lega dadaku. Kau diam. Aku menunggu. Beberapa waktu berlalu dalam lengang. Kupusatkan perhatian ke wajahmu. Kau menatapku. Mata kita bertemu. Kau tersenyum. Tenang. Cantik sekali.
Ya cantiklah. Kan perempuan.
Hey, jangan tulis begitu. Itu hanya ada dalam hati.
Oh. Kenapa tak kau katakan saja?
Boleh. Kau cantik sekali.
He he…, basi tahu. Eh, lihat siapa tuh yang datang! Tiba-tiba matamu menunjuk ke arah pintu.
Spontan aku menoleh. Tak ada siapa pun yang masuk. Ada satu orang sedang berdiri di dekat pintu, tapi itu yang punya warung. Aku berbalik kembali. Tiba-tiba kau tertawa dengan lepas.
Aku terheran-heran. Tawamu semakin keras. Orang-orang menengok. Dan saat kulihat piringku, rupanya tak ada ikan lagi di situ. Ia lompat ke piringmu. Kau terus tertawa. Dan aku pun ikut tertawa.
Habis dari tadi tak dimakan sih.
Ternyata kau bisa memberiku kegembiraan. Kalau sudah begini, masih perlukah jawaban?
Semuanya kukembalikan padamu. Tapi kerikil itu masih akan mengganjal di benakku jika kau tak menjawab dengan terang. Jangan permainkan aku. Hatiku akan terus meronta-ronta jika pertanyaanku selalu kau diamkan.
Kumohon, jawablah aku. Biar cerita ini berakhir. Biar nanti kukirim ke majalah atau koran. Biar kalau dimuat, honornya bisa kita gunakan untuk membuat cerita ini menjadi kenyataan. #


Artikel Cinta


Mengapa Cinta Itu Buta
Pada masa dulu, sebelum dunia diciptakan seperti yang kita kenal sekarang, dan manusia belum lagi menginjakkan kakinya di sana, semua sifat kebaikan dan kejahatan berkeliaran tak tentu arah dan merasa bosan, tak tahu apa yang hendak dilakukan.
Suatu hari, mereka berkumpul dan merasa lebih bosan lagi daripada sebelumnya, sampai ketika Kecerdikan mengemukakan usul :"Mari kita bermain petak umpet." Mereka semua menyukaiide tsb, dan secara tiba2. Madness/Kegilaan berteriak: "Aku ingin menghitung, biar aku saja yang menghitung!"
Dan karena tidak ada yang cukup gila untuk ingin mencari kegilaan, semua yang lain setuju saja. Kegilaan segera bersandar kepohon dan mulai menghitung, "Satu, dua, tiga..."
Sementara Kegilaan menghitung, semua sifat kebaikan dan kejahatan tsb bersembunyi. Kelembutan menggantung dirinya di ujung bulan, Pengkhianatan bersembunyi di tumpukan sampah. Kasih sayang bergulung di antara awan, dan Nafsu Kegairahan pergi ke tengah2 bumi. Kebohongan berkata akan bersembunyi di bawah batu, tapi ternyata justru bersembunyi di dasar danau. Sementara itu, Ketamakan masuk ke dalam kantung yang kemudian ternyata dirobeknya karena kantung itu dirasanya tidak nyaman.
Dan Kegilaan masih terus menghitung, "Tujuh puluh sembilan, delapan puluh, delapan puluh satu..." Ketika itu, semua sifat tsb telah bersembunyi --- kecuali Cinta. Seperti Keragu - raguan, demikianlah cinta, dia tak bisa memutuskan kemana harus bersembunyi.
Dan ini tentu tidak mengejutkan karena kita semua tahu betapa sulitnya menyembunyikan cinta. Pada saat Kegilaan sampai pada hitungan ke-99, Cinta segera melompat bersembunyi ke kebun bunga Mawar. Dan dengan bersemangat Kegilaan berbalik dan berteriak, "Bersiaplah, ini aku datang! Akan kutemukan kalian semua"
Kemalasan adalah yang pertama ditemukan, karena dia bahkan tidak punya energi untuk mencoba bersembunyi, disusul oleh Keragu- raguan, yang masih mondar-mandir karena tak tahu ke mana harus sembunyi.
Kemudian, secara hampir beruntun Kegilaan segera menemukan Kelembutan di ujung bulan, Kebohongan didasar danau dan Gairah di tengah2 bumi. Satu persatu Kegilaanmenemukan mereka semua, kecuali lagi2 Cinta. Kegilaan mulai menjadi semakin gila, karena putus asa untuk menemukan Cinta.
Tapi Kecemburuan yang iri pada Cinta yang belum juga ditemukan, berbisik pada Kegilaan, "Kau hanya perlu mencari Cinta, dan dia bersembunyi di semak bunga Mawar." Kegilaan mengambil garpu taman dan menusuk2annya serampangan kearah semak Mawar. Dia terus menusuk nusuk sampai terdengar suara tangis memilukan yang membuatnya berhenti. Cinta keluar dari persembunyiannya sambil menutup mukanya dengan tangan. Di antara jari - jarinya mengalir darah segar yang ternyata berasal dari kedua belah matanya.
Kegilaan yang terlalu bersemangat untuk menemukan Cinta, tanpa sengaja telah melukai Cinta. "Apa yang telah kulakukan!" teriaknya menyesal. "Aku telah membuatmu buta! Bagaimana aku harus memperbaikinya?" Cinta menjawab, "Kau tak mungkin memperbaikinya. Tapi kalau kamu bersedia melakukan sesuatu untukku, kamu bisa menjadi penuntunku."
Dan semenjak itulah, Cinta itu buta namun dia bisa melihat dalam kegelapan, karena dia selalu didampingi oleh Kegilaan.


Memelihara Persahabatan


Memelihara Persahabatan........

Posted by Warrior on 01:41
Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan
dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan
mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi
persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan
bertumbuh bersama karenanya...
Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan
proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah
sahabat menajamkan sahabatnya. Persahabatan diwarnai
dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti,
diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak,
namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.
Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan
untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya
ia memberanikan diri menegur apa adanya.
Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman,
tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan
tujuan sahabatnya mau berubah.
Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha
pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita
membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi
mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih
dari orang lain, tetapi justru ia beriinisiatif memberikan
dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.
Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya,
karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.
Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun
tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula
orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun
ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.

Beberapa hal seringkali menjadi penghancur persahabatan antara lain :

1. Masalah bisnis UUD (Ujung-Ujungnya Duit)
2. Ketidakterbukaan
3. Kehilangan kepercayaan
4. Perubahan perasaan antar lawan jenis
5. Ketidaksetiaan.

Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan
oleh sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinya.

Renungkan :
**Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari
seribu teman yang mementingkan diri sendiri
"Dalam masa kejayaan, teman2 mengenal kita.
Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman2 kita."**

Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan.
Siapa yang berada di samping anda ??
Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai??
Siapa yang menjadi tameng untuk urusan rahasia Anda,
diwaktu ada masalah dengan keluarga anda.??
Siapa yang ingin bersama anda pada saat tiada satupun
yang dapat anda berikan ??
Merekalah sahabat2 anda.
Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan
mereka.

.... (^_^) so sweet kan....




Puisi Karanganku


Arti Cinta

Bila tanganmu berkeringat
Hatimu berdetak tak menentu
Itu bukan cinta
Melainkan suka
            Bila tanganmu tak henti
Tuk memegang dan menyentuhnya
Itu bukan cinta
Melainkan nafsu
Bila kamu bersedia
Memberikan semuanya yang kamu sukai
Itu bukan cinta
Melainkan kemurahan hati
            Bila dia berkata
            Bahwa kamulah satu-satunya
            Itu bukan cinta
            Melainkan gombal
Bila kamu suka dia
Karena dia slalu menemanimu
Itu bukan cinta
Melainkan kesepian
            Bila kamu menerima dia
            Karena kamu takut dia sakit hati
            Itu bukan cinta
            Melainkan kasihan
Bila kamu merasa
Bahwa puas memamerkan pasanganmu
Kepada seseorang yang pernah kamu sukai
Itu bukan cinta
Melainkan pelampiasan
            Jadi..apa itu cinta?
Cinta adalah
Suatu pengorbanan
Mencintai berarti memberikan ketulusan hati
Demi kedamaiannya
Dan cinta adalah
Kematian atas egoisme
Mencintai berarti menerima apa adanya
Tanpa syarat

Majalah Sekolah Editanku



Kata Maaf yang Tertinggal


Sejak saat itulah aku jarang berkomunikasi dengan dia, bahkan takkan lagi  aku akan berteman dengannya. Dialah orang yang paling ku benci, Rima, itulah namanya. Bukannya aku benci karena dia buruk rupa, tapi karena dia itu cewek pembohong, pengkhianat, egois, dan suka maunya sendiri. Yang jelas aku nggak suka dengan sifatnya. Hingga sekarang aku masih takut padanya. Benar – benar takut, takut akan sifatnya yang dulu, dan kemungkinan bisa lebih jahat dari dulu. Tapi aku nggak pernah menyimpan dendam padanya dan aku nggak akan menyebarkan gosip tentang sifat buruknya itu.
            Jika suatu saat nanti aku bertemu dengannya, aku nggak akan memalingkan wajahku, bisa jadi aku berpaling untuk meninggalkannya. Jika aku nggak sengaja melihatnya, aku akan memasangkan raut wajah yang mengisyaratkan bahwa aku nggak akan pernah memaafkannya. Berbeda denganku, dia mengisyaratkan pandangan permintaan maaf atas kesalahan terbesarnya, tapi sayang, aku nggak pernah percaya dengan isyarat matanya. Itu karena kebohongan yang pernah dia lontarkan padaku. Sejujurnya didalam hati kecilku yang tulus aku ingin sekali memaafkannya, tapi mengapa dilubuk hatiku yang lain mengatakan bahwa kata maaf itu akan menjeratku dalam masalahnya, ditambah dengan masa lalunya yang menyesatkan itu dan seketika itu juga keinginanku untuk memaafkannya terputus.
            Akupun tak tahan memendam perasaanku itu, maka aku mencari pendengar setia yang mau mendengarkan dan membantu memecahkan masalahku. Aku berfikir mungkin kakakku yang sudah kuliah bisa membantuku untuk menyelesaikan masalah yang menurutku masalah ini cukup berat. Pengalamannya pun sudah cukup banyak. Aku mencoba dengan suatu masalah kecil dan kakakku bisa membantu dengan saran yang sangat bagus.
            Jadi aku memberanikan diri untuk menceritakan masalahku dengan mantan sahabatku, mungkin, Rima. Pertama aku bercerita bahwa dulu Rima itu sosok cewek yang ceria, pandai, usil, baik, suka menolong, ‘pokoknya baik’. Kakaku setuju aja kalau aku bersahabat dengan Rima. Cerita aku lanjutkan, saat aku bersahabat dengannya, dia selalu ceria seakan nggak ada masalah apapun yang mengganggu kehidupannya. Kakakku menanggapinya dengan kata ,”bagus dong,”. Tapi ceritaku belum juga berhenti, lama kelamaan ada sifat – sifat aneh yang tiba – tiba muncul dalam diri Rima. Dia jarang keluar denganku. Dia juga sering marah – marah tanpa sebab. Selain itu, dia sering menyendiri, menangis, dan selalu menghindar dariku. Sepertinya Rima baru mendapat masalah baru dalam hidupnya, hari – harinya pun tak secerah seperti sebelumnya. Saat aku bertanya padanya, malah dijawab dengan jawaban yang nggak masuk akal. Katanya sakitlah, capeklah, diajak sama keluarganyalah. Padahal saat aku tanya mamanya, mamanya sendiri juga nggak tau dimana Rima. Dan Rima jarang sekali ada di rumah.
            Disaat aku sibuk memikirkan apa yang sudah terjadi dengannya, dia bilang padaku kalau orang tua nya sudah bercerai. Wow, aku tersentak kaget dan sedikit nggak percaya. Karena saat aku ke rumah Rima, mama dan papanya sedang bersenda gurau di taman. Tapi makin lama Rima pun makin menjauh dari aku, sampai jarang sekali tak bertemu denganku. Aku khawatir dan aku pun berusaha untuk mencarinya. Aku juga sudah menghubungi teman - temannya untuk membantuku mencari Rima.
            Suatu hari di tengah pencarianku itu, aku melihat sosok seorang cewek tengah menusukkan jarum suntik dilengannya. Sosok itu mirip sekali dengan Rima, tapi aku nggak mau terburu – buru dalam mengambil keputusan untuk menuduhnya sebelum aku benar – benar membuktikan dengan jelas kalau dia itu Rima. Aku mendatangi sosok itu dan aku tersentak kaget ketika mendapati sosok itu adalah Rima. Dia menghindar dan meminta maaf padaku. Setelah itu, dia juga sempat mengusirku. Aku tak dapat berucap satu kata pun sampai – sampai aku hampir pingsan. Sungguh tak pernah terfikirkan sebelumnya.
            Mengapa Rima senekat itu? Aku berusaha untuk menyadarkannya, tapi apa yang ku dapat, hanya caci maki dan kata – kata kotor. Sungguh bukan sifat Rima, seorang sahabatku dulu. Tanpa berfikir panjang aku pun memutuskan hubungan sebagai seorang sahabat dengannya. Sampai sekarang, walaupun Rima sudah berubah aku tetap nggak menganggapnya sebagai sahabatku yang dulu. Kakakku memberi saran untuk melihat perkembangan selanjutnya tentang Rima. Dan aku pun mengangguk sambil meng-iya-kan saran kakakku.
            Suatu pagi saat aku akan pergi ke rumah teman, ada kabar buruk menantiku di pintu gerbang. Kabar komanya Rima karena kecelakaan sepeda motor miliknya kemarin sore. Karena nggak tega, aku pun menjenguknya. Sungguh kaget, kondisinya parah, nggak memungkinkan untuk sembuh esok hari. Dan yang membuatku sangat menyesal, dia berubah bukan karena masalahnya, dia berubah karena dia mengidap penyakit kanker hati. Dia nggak mau menceritakan bahwa dia sakit separah itu padaku karena dia nggak mau dikasihani olehku, oleh siapa pun. Dia ingin aku membencinya dan melupakannya. Dengan kondisi seperti itu, kakakku menyarankan agar aku memaafkannya dengan alasan kalau Rima sama sekali nggak berubah. Tanpa berfikir panjang, aku menerima saran itu. Sebelum aku sampai di rumah sakit, ada pesan singkat masuk lebih dulu dalam ponselku. Pesan itu sama sekali nggak pernah kuduga sebelumnya, kabar yang sangat mengecewakan niat baikku untuk memaafkannya, kabar yang nggak pernah diundang tapi datang secara tiba – tiba, dan menimbulkan sebuah penyesalan yang sangat besar. Itulah kabar kematian Rima yang meninggalkan kata maaf untukku dari seorang sahabat yang tak pernah lekang oleh waktu.
           
Vilga Diansyah Lukmana
                                                          X/7 - 01


Resensi Novel


FIRST LOVE DILEMMA

Pengarang           : Priscillia Anastasia
Penerbit               : PT Gramedia, Pustaka Utama
Jumlah halaman : 254 halaman

            Sejak kematian mamanya tiga tahun silam dan kepergian cinta pertamanya sepuluh bulan yang lalu, hidup Azura terpuruk. Azura yang periang berubah menjadi gadis yang pendiam. Namun, pertemuannya dengan Tristan di taman kompleks Azura dapat membuat hidup Azura kembali berwarna. Mereka mempunyai banyak kesamaan, salah satunya mereka sama sama membenci sang waktu. Karena sang waktulah yang merubah kehidupan mereka. Sejak pertemuannya di taman, gadis itu mulai berani membuka hatinya dan pelan pelan mampu membalik luka lama yang awalnya tidak pernah disentuhnya.
            Tetapi, ketika Azura mulai berani menata masa depan bersama Tristan, masa lalu seolah tak bisa melepaskannya. Azura bertemu kembali dengan cinta pertamanya di cafe langganan Azura, yang ternyata adalah adik Tristan, Joshia. Joshia sangat membenci Tristan karena Tristan telah mengingkari janjinya untuk tidak meninggalkan adik kesayangannya. Selain itu,Tristan telah menyakiti hati mantan kekasihnya, Gwen, yang sekarang menjadi kekasih Joshia.
            Tristan mempunyai masa lalu yang pahit. Itu alasan yang membuatnya menjadi tegar untuk tidak menceritakan masa lalunya ke siapa pun. Meskipun yang bertanya itu Azura. Yang mengetahui hanya Tristan, papanya dan dokter. Masa lalu yang hampir membuatnya kehilangan nyawa. Itu dilakukan hanya untuk Joshia. Adik yang ditunggu-tunggu kehadirannya sebelum Tristan lahir.
            Sepuluh bulan yang lalu, ketika Joshia pergi dengan Gwen, mereka kecelakaan. Joshia terpental kepinggir jalan dan Gwen ketika itu juga tidak sadarkan diri. Ketika mereka dibawa ke rumah sakit, Gwen selamat, hanya saja dia buta. Dan untungnya tidak permanen, Gwen hanya buta sementara. Dia hanya perlu diterapi agar dapat melihat apapun kembali. Sedangkan Joshia, ginjalnya ada yang pecah. Dokter pun tidak bisa menolong lagi apabila tidak ada yang mendonorkan ginjalnya untuk Joshia. Dan pada saat itupun Tristan mendonorkan ginjalnya, kebetulan ginjal Tristan cocok untuk Joshia. Setelah mendonorkan ginjalnya, Tristan segera pulang ke Jakarta supaya adik kesayangannya itu tidak bisa melihatnya lagi.
            Tapi untuk kali ini, Tristan tidak akan mengulangi kelakuan bodoh itu untuk kedua kalinya. Dia tidak akan melepaskan Azura. Sudah cukup pengorbanan dan sakit hati yang dirasakan Tristan. Dia memang kakak Joshia, tapi Tristan tidak selalu harus memberi semua miliknya untuk Joshia. Azura pun demikian, dia tidak akan kembali ke masa lalunya, dia akan merajut cinta baru dengan Tristan.
            Karena Tristan telat minum obat dan tidak istirahat, apa yang seharusnya dia lakukan atas anjuran dokter, dia jatuh pingsan di depan kos kosannya. Kebetulan ada Gwen disitu karena Gwen niatnya akan main dengan Tristan. Dia segera membawa Tristan ke rumah sakit dan segera menghubungi mama Tristan dan Azura. Dan akhirnya dokter yang pernah mengambil ginjal Tristan pun menceritakan semuanya ke Gwen. Dia terkejut dan setelah mama Tristan datang, Gwen menceritakan apa yang dokter ceritakan kepada mama Tristan. Mama Tristan segera menghubungi suaminya untuk segera pulang ke Indonesia.
            Setelah papanya sampai ke rumah Joshia, beliau menceritakan kejadian yang sesungguhnya kepada Joshia. Seketika itu juga dia terkejut dan punya rencana untuk menyambut datangnya Tristan. Beberapa jam kemudian, saat Tristan, Azura, mama, dan Gwen datang, papa dan Joshia menyambut mereka dengan hangat.
            Tristan bingung apa yang membuat Joshia bisa berubah seratus persen begini. Selain itu, papa datang dari Inggris ke Indonesia, padahal tidak ada acara apa-apa. Joshia segera memeluk kakaknya dan meminta maaf kepadanya. Sekarang Tristan tau apa yang membuat Joshia bisa berubah drastis seperti ini. Tristan juga memeluk adik kesayangannya itu. Mereka mengadakan acara spesial itu di taman belakang rumah Joshia. Ternyata Joshia dan papanya sudah menyiapkan makanan disitu. Mereka makan bersama dan mereka berjanji, tidak akan membuka masa lalu yang pahit. Mereka akan membuka lembaran baru. Mereka akan terus berjalan ke depan dan melupakan semuanya. Semua ini terjadi karena adanya kesalahpahaman.
           
           Salah Pilih

Pengarang                    : Nur St Iskandar
Penerbit                        : Balai Pustaka
Jumlah halaman : 262 halaman

Di sebuah daerah di Minangkabau, tinggal sebuah keluarga. Seorang ibu, saudara perempuannya, dan seorang anak perempuan terdapat dalam keluarga tersebut. Anak perempuan itu bernama Asnah, ia adalah anak angkat dari Mariati. Asnah adalah seorang gadis yang cantik, baik, sopan, lembut, serta taat dan patuh terhadap Mariati, walaupun Mariati hanyalah ibu angkatnya. Kebaikan hati Asnah itu pulalah yang membuat Mariati teramat sangat sayangnya terhadap Asnah, jadilah Asnah pengobat dalam setiap sakitnya dan penghibur dikala susahnya.
Setiap kali perlu sesuatu, Mariati lebih senang dilayani oleh Asnah daripada oleh Sitti Maliah, jadilah Sitti Maliah kadang-kadang merasa iri terhadap Asnah karena tak jarang pekerjaannya tidak terpakai oleh Mariati. Walaupun demikian, Sitti Maliah tetap senang
dan sayang terhadap Asnah karena memang perangai gadis tersebut benar-benar baiknya.
Selain Asnah, Mariati juga mempunyai seorang anak laki-laki bernama Asri. Asri sama pula sayangnya terhadap Asnah sebagaimana dia menyayangi adik kandungnya. Namun karena Asri sedang bersekolah di Jakarta, jadi dia tak dapat selalu bertemu dengan Asnah
untuk sekedar berbagi cerita.
            Namun, seiring berjalannya waktu, berubah pulalah perasaan Asnah terhadap Asri. Semula perasaannya terhadap Asri hanya sebatas perasaan sayang terhadap seorang saudara, namun demikian perasaan itu terus mengalir hingga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Asnah. Walau demikian, Asnah tak ingin Asri mengetahui perasaan dirinya. Sebisa mungkin dia bersikap biasa manakala Asri pulang. Hingga tiba saat Asri tamat dari sekolahnya, dan Mariati menyuruh Asri tinggal dan bekerja di Kampung halamannya saja karena ia merasa ia sudah demikian tua dan sakit-sakitan maka ia tak ingin jauh-jauh dari anak laki-lakinya itu. Sebenarnya keinginan Mariati tadi sangat bertentangan dengan keinginan hati Asri, karena ia sangat ingin meneruskan sekolahnya ke sekolah setingkat SMA atau ke sekolah kedokteran, namun sebagai seorang anak yang ingin berbakti kepada ibunya, akhirnya ia mengikuti keinginan ibunya tersebut.
            Hingga suatu saat merasa bahwa Asri sudah cukup umur bahkan bias dibilang sudah matang untuk menikah. Asri menyetujui saja keinginan ibunya tersebut, hanya saja dia
masih bingung dalam mencari calon istri untuk dirinya. Asnah begitu kaget manakala ia mendengar bahwa Asri akan segera menikah. Tapi ia berusaha sebisa mungkin menutupi perasaannya tersebut. Asri masih bingung memilih-milih wanita calon istrinya, sebernanya Asri dan Asnah boleh saja menikah, hanya karena adat istiadat yang
berlaku saat itu maka dirasa tidak pantas mereka menikah karena dianggap masih sepedukuan yang berasal dari satu kaum. Lalu dipilih- pilihlah wanita di Negerinya yang belum menikah. Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang dirasa cocok untuk menjadi pendampingnya kelak. Gadis itu adalah Saniah. Keinginannya melamar Saniah bukanlah tanpa alasan. Asri lebih dahulu tertarik kepada kakak Saniah, yaitu Rusiah. Rusiah adalah seorang perempuan yang baik hatinya, dan lembut perangainya. Namun ketika Asri bersekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah dikawinkan dengan seorang laki-laki bernama Sutan Sinaro. Jadi Asri memutuskan untuk meminang Saniah karena dirasa bahwa Saniah pun tak akan jauh beda dengan kakaknya, baik rupa ataupun perangainya.
            Sampai suatu saat Asri bersama-sama ibunya memutuskan untuk bertamu ke rumah keluarga Saniah. Keluarga itu adalah keluarga orang terpandang, keluarga seorang bangsawan kaya dan terpelajar. Walaupun ibu gadis tersebut memiliki perangai yang kaku dan cenderung angkuh, namun Asri yakin bahwa Saniah tentunya berperangai lain dengan ibunya. Lalu, tak berapa lama, Asri memutuskan memilih Saniah sebagai calon istrinya. Mereka berdua melaksanakan acara pertunangan terlebih dahulu. Saat pertunangan, Saniah benar-benar menampakkan perangai yang sangat baik, ia pun hormat terhadap seluruh keluarga Asri. Perangai demikian itu membuat Asri semakin yakin dengan pilihannya itu. Tak lama, dilangsungkanlah upacara perkawinan Asri dengan Saniah yang sangat meriah.
            Setelah menikah, mereka berdua lalu pndah ke Rumah Gedang milik keluarga Asri. Dari situlah diketuahui bahwa perangai Saniah tidaklah seelok yang dia perlihatkan saat sebelum menikah. Saniah begitu memandang rendah terhadap Asnah hanya karena Asnah
adalah seorang anak angkat. Dia merasa bahwa tidak sepatutnya Asnah disejajarkan dengan dirinya yang berasal dari kaum terpandang. Ternyata, perangai Saniah begitu angkuhnya, berbeda dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah dahulu. Saniah begitu sering berkata menyindir, bersikap bengis, bahkan mencaci maki yang begitu
menyakitkan hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanya pun, Saniah bersikap yang kurang sopan. Namun Asnah adalah seorang gadis tegar dan sabar yang mempunyai hati lapang, dia tak pernah membalas perlakuan buruk dari iparnya itu.
            Tak lama setelah menikah, adat buruk Saniah semakin menjadi. Bahkan sekarang dia berani melawan terhadap suaminya, kerap kali ia juga berkata-kata kasar terhadap suaminya. Sehingga dapat dilihat kalau adat Saniah tak jauh bedanya dengan ibunya, Rangkayo Saleah. Hingga membuat kesabaran Asri kian berkurang dan akhirnya Asri
membiarkan Saniah pulang ke rumah orang tuanya manakala saat itu Sidi Sutan datang menjemput. Yang semula bermaksud menjemput Saniah dan Asri, namun karena pertengkaran itu, jadilah Saniah pulang sendiri.
            Hingga suatu hari Rangkayo Saleah mendapat kabar bahwa anak laki-lakinya, Kaharuddin akan menikah dengan seorang perempuan anak seorang saudagar batik di kota Padang, tak tertahankan lagilah amarahnya. Dianggapnya oleh Rangkayo Saleah bahwa Kaharuddin akan menikah dengan seorang perempuan yang tak tentu asal- usulnya. Sementara Dt. Indomo merasa tidak setuju dengan pendapat istrinya itu, ia setuju saja anaknya menikah dengan siapapun asal perempuan yang disukainya itu terpelajar, sehat, orang baik-baik dan bersopan santun. Kaya, miskin, bangsawan, berbeda negeri, dan sebagainya tidaklah dipandang sebagai alasan.
            Namun Rangkayo Saleah tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui pernikahan Kaharuddin. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Padang mendatangi Kaharuddin. Kebetulan saat itu Saniah berada di rumahnya setelah Sidi Sutan menjemputnya dari rumah Gedang. Maka diajaknya lah Saniah pergi ke kota Padang. Di
tengah jalan, kendaraan yang mereka tumpangi sempat berhenti. Lalu sejenak Saniah memandang negeri yang ia tinggallkan. Namun entah mengapa, begitu banyak yang ia ingat saat ia memandang Rumah Gedang yang nampak jelas terlihat dikejauhan. Tiba-tiba ia teringat akan suaminya, yang begitu sayang terhadapnya, maka teringatlah ia
bahwa ia telah durhaka terhadap suaminya, teringat ia akan dosa-dosa yang telah ia perbuat terhadap orang-orang di sekitarnya, termasuk pada Asnah. Lama benar ia memandang, seakan-akan ia akan pergi jauh. Lalu dilanjutkannyalah perjalanan mereka. Dan Rangkayo Saleah menyuruh kepada supir untuk memacu kendaraannya lebih cepat agar mereka bisa lebih cepat sampai di tujuan. Sang sopirpun begitu senang ketika Rangkayo Saleah menyuruhnya untuk memacu kendaraannya dengan cepat. Karena baginya inilah saatnya untuk memperlihatkan kelihaiannya dalam mengendalikan mobil, walaupun jalanan berkelok tajam, juga tebingnya yang begitu curam.
            Akhirnya, peristiwa yang sangat tidak diharapkanpun terjadi. Sang sopir kehilangan kendalinya, dan mobil yang dikendalikannya itu jatuh terbalik dan masuk ke dalam sungai yang kering airnya. Rangkayo Saleah meninggal di tempat kejadian, sementara Saniah yang kelihatannya masih bernafas segera diselamatkan orang-orang dan dibawa ke rumahsakit. Namun karena kecelakaan yang dialaminya begitu parah, akhirnya Saniah pn meninggal dunia setelah sempat bertemu dan meminta maaf kepada suaminya.
            Setelah beberapa lama Saniah meninggal, begitu banyak lamaran datang kepada Asri. Namun dia tak ingin salah pilih lagi. Dan ia memutuskan kalaupun ia hendak menikah lagi, ia hanya akan menikah dengan orang yang sudah sangat dikenal oleh dirinya dan
dapat menjadi kawan yang selalu ada dalam susah, sedih, senang dan gembira, yaitu Asnah. Ia tak ingin salah pilih lagi karena ia yakin bahwa Asnah lah satu-satunya perempuan terbaik bagi dirinya. Namun saat itu Asnah tinggal bersama Mariah, saudara perempuan Mariati yang tinggal di Bayur. Jadilah Asri mendatanginya sekalian minta izin kepada Mariah untuk menikahi Asnah. Para penghulu adat dan masyarakat pun sangat kaget mendengar keputusan Asri, karena walau bagaimanapun, Asri dan Asnah sudah dianggap sebagai saudara sepesukuan. Walaupun Asri tidak setuju pada pendapat orang-orang, karena baginya Asnah hanyalah saudara angkat yang dibesarkan bersama-sama dengannya dan tidak ada ikatan darah dengannya.
            Namun, pikiran orang-orang berlainan dengannya. Dan adat pun mengatakan bahwa jika ada saudara sepesukuan yang melangsungkan perkawinan, maka mereka tidak akan diakui lagi sebagai warga Minangkabau. Dan Asri, daripada ia harus mengikuti adat yang
bertentangan dengan hati nuraninya dan harus kehilangan orang yang dicintainya, ia pun memutuskan untuk membawa Asnah pergi meninggalkalkan Minangkabau. Dan ia pun rela melepaskan pekerjaannya sebagai seorang Sutan Bendahara. Mereka memutuskan
untuk pergi ke Jawa.
            Awalnya, kehidupan mereka disana tidak begitu berkecukupan. Mereka pun banyak dijauhi oleh orang-orang sekampung mereka yang kebetulan sama-sama berniaga di Jawa. Namun karena usaha keras dan kesabarah hati mereka, akhirnya Asri mendapatkan pekerjaan yang layak. Dan yang terpenting, Asri mendapatkan kebahagian bersama Asnah.
            Selang berapa lama, Asri dan Asnah mendapatkan surat dari para penghulu negri untuk segera pulang ke kampung halamannya. Karena penduduk kampung sadar telah kehilangan orang pintar yang mempunyai cita-cita yang besar untuk kemajuan negrinya. Seiiring kemajuan zaman, pengetahuan penduduk negri pun sudah terbuka lebar dan mereka lebih bisa menanggapi sesuatu hal dengan cara yang masuk akal.
            Akhirnya, Asri dan Asnah pulang kembali ke kampong halamannya. Mereka disambut dengan suka cita oleh para penduduk disana. Asri diberikan kedudukan sebagai Engku Sutan Bendahara. Mereka sangat dihormati oleh penduduk di sekitar kampungnya dan hidup berbahagia


Twilight

Pengarang                    : Stephenie Meyer
Penerbit                        : PT Gramedia, Pustaka Utama
Jumlah halaman : 518 halaman

            ketika Isabella 'Bella' Swan memutuskan buat pindah dari rumah ibunya di Phoenix ke rumah ayahnya di Forks. Kedua tempat ini bisa dibilang amat sangat berbeda. Di Phoenix matahari selalu ada dan hampir tidak pernah hujan sedangkan di Forks malah kebalikannya hujan selalu datang sementara matahari enggan untuk muncul.
            Hal ini sebenarnya sangat mengganggu Bella mengingat Bella sangat menyukai matahari. Kepindahan ini dilakukannya karena suatu sebab. Keesokannya harinya setelah ia tiba di Forks, ia langsung harus berhadapan dengan orang - orang baru di sekolah barunya tentu. Namun ternyata dia tidak terlalu sulit untuk beradaptasi. Ia mendapatkan teman baru Jessica, Angela, Mike dan Eric, dan sepertinya Mike dan Eric ingin menjadi lebih dari sekedar 'Teman'.
            Sayang sekali, nggak satu pun dari Eric atau Mike menarik perhatian Bella. Bella justru sangat penasaran dengan seorang laki-laki yang tanpa sengaja ia lihat di salah satu meja di kafetaria sekolahnya. Lelaki tersebut amat sangat tampan, bahkan terlalu tampan untuk ukuran manusia. Wajahnya putih pucat namun mulus seperti porselen, matanya hitam legam, rambutnya berwarna perunggu dan suara yang merdu memikat.
            Ia duduk bersama dua orang wanita dan dua orang pria. Keempat orang tersebut tidak jauh beda dengan lelaki yang Bella ketahui bernama Edward Cullen. Mereka semua saudara, walaupun hanya saudara tiri. Mereka anak dari dr. Carlisle yang sangat terkenal di Forks. Bella menebak bahwa Edward adalah anak yang paling muda.
            Ketika mereka tanpa sengaja duduk sebangku di salah satu mata pelajaran. Edward tidak sama sekali menatap Bella, matanya menampakkan kebencian yang sangat mendalam terhadap Bella. Bella sendiri tidak tahu kenapa. Beberapa hari kemudian Edward tidak pernah masuk sekolah dan entah kenapa hal tersebut malah membuat Bella penasaran sekaligus tidak mengerti.
            Sewaktu pelajaran bahasa Inggris, Bella sangat terkejut mendengar Edward menyapanya. Dia sangat tidak mengerti mengapa Edward seperti memiliki kepribadian ganda. Sejak saat itulah mereka mulai dekat, hingga akhirnya Bella sadar, Bella telah sangat jatuh cinta pada Edward. Namun ternyata tidak segampang itu jatuh cinta dengan orang. Selama ini, Edward telah berhasil menyembunyikan identitasnya yang sesungguhnya. Tapi Bella tetap bertekad untuk menyiapkan rahasia yang paling kelam. Akhirnya Edward menceritakan siapa dirinya yang sebenarnya. Ternyata Edward adalah seorang Vampire yang telah hidup 90 tahun begitu juga saudara-saudara Edward yang lain.
            Hal ini tidak membuat Bella takut sama sekali, malah ia terang-terangan memperlihatkan perasaannya terhadap Edward, begitu juga sebaliknya. Awalnya, Edward tidak ingin Bella jatuh cinta padanya. Ia takut kalau sewaktu-waktu ia khilaf dan berusaha membunuh Bella dengan taringnya yang mematikan.
            Ia berusaha keras menjauhkan Bella darinya, karena ia yakin kedekatan mereka akan semakin membahayakan Bella. Namun, Bella membantahnya. Ia sangat tidak ingin jauh dari Edward, malah ia lebih memilih menjadi vampire daripada harus kehilangan Edward. Semenjak itu hubungan mereka terus berlanjut. Edward selalu menahan dirinya untuk tidak menerkam orang yang paling dia cintai dan dia butuhkan.
            Tentang tiga hal yang Bella benar-benar yakin:
Pertama, Edward adalah seorang vampir.
Kedua, ada sebagian dirinya dan Bella tak tahu seberapa dominan bagian itu yang haus akan darahnya.
Dan ketiga, Bella mencintainya. Dan cinta Bella padanya teramat dalam dan tanpa syarat.
            Dan hal yang sangat ditakutkan Edward akhirnya terjadi, seseorang yang sejenis dengan Edward berusaha menyerang Bella. Namun dengan cekatan Edward, keempat saudaranya (Jasper, Emmett, Rosalie, Alice), dan juga orang tuanya (Carlisle dan Esme) menyelamatkan Bella. Tentu saja dengan perjuangan yang sangat panjang.
Untung aja, semua permasalahan tersebut bisa mereka lalui walaupun banyak kejadian yang menegangkan. Tapi saying, Edward nggak selamanya bisa berada dekat dengan Bella. Tentu saja ia harus pergi, pergi untuk selamanya, untuk memulai kehidupannya dari awal bersama keluarganya tanpa Bella.
Ini adalah kisah cinta terlarang. Dan seperti cinta terlarang lainnya, cinta tak mengenal jalan kembali, selain menjadi hidup dan sekaligus mati pada saat yang sama.

Sinopsis Novel
Bahasa Indonesia

         
Oleh :
Vilga Diansyah Lukmana
X.7 / 01

Dinas Pendidikan Kota Malang
SMA Negeri 5 Malang
Mei
2011



Tragedi Cinta

Selvi memandang dari jendela kamar dan melamun berharap pelangi muncul setelah hujan lebat. Dari arah jendela Selvi melihat seorang pria berteduh di depan rumahnya. Ia masih memperhatikan pria itu dengan sebuah tas gitar yang ia lindungi lebih berharga darinya. Akhirnya hatinya ibah dan keluar dari rumah dengan sebuah payung. Ia mendekati pria itu dan membuka pintu gerbang. “Masuk yuk, daripada kehujanan.” tawar Selvi. “Yakin ga’ papa!!” ujar pria itu sopan. “Serius. Di rumah ini aku tinggal sendiri. Ayo!!!”. Pria itu memarkirkan motornya di halaman rumah Selvi yang sederhana. Kemudian Selvi mengajaknya duduk teras rumahnya. Selvi mengambilkan sebuah handuk kering untuk mengeringkan sisa-sisa hujan untuk pria itu..

Namun pria itu lebih memilih membersihkan gitarnya daripada dirinya. Selvi hanya tersenyum memperhatikan tingkah pria berkulit putih dan bermata sipit tersebut. “Kok gitarnya dulu yang di keringkan. Bukannya kamu??” “Iya ga’ papa. Ini nyawa pertamaku. Jadi penting juga!” “Emang gitar itu buat apa??” “Saya Thomas. Saya seorang gitaris band amatiran namanya Superband.” “Wah pantesan. Dengar-dengar seorang pemusik menganggap alat musik sebagai nyawanya. Aku pikir tadinya cuma rumor dan ternyata benar!” “Hehe. Gitulah. .. Emang kamu bisa main alat musik juga?” “Hm..” Selvi terdiam menatap gitar pria tersebut. “Sedikit bisa main piano, dulu sempat les tapi sekarang udah bodoh kali, tapi kalau gitar emang ga’ bisa. Pengen belajar tapi ga’ ada waktu, sibuk untuk kuliah.” “Oo gitu… Emangnya kamu kuliah dimana?” “STIKOM dekat sini. Bukan asli dari kota ini. Rumah ini kontrak, Jangan heran kalau aku tinggal sendiri di rumah ini!” “Hahaha,, gitu…!”

Selvi menawarkan secangkir teh hangat kepada pria itu. Thomas tersanjung dengan kebaikan gadis itu. Hujan mulai reda. Thomas segera ke café tempat ia bekerja dan pamit kepada Selvi. Selvi senang berkenalan dengan pria itu. “Terima kasih tempat buat aku berteduh, jasa kamu pasti aku balas kelak” “Idih… Pemusik emang romantis kata-katanya. Hmm… bagaimana kalau kamu ajarin aku main gitar!!” “Benar… dengan senang hati aku mau ajarin kamu. Kalau aku sempat pasti aku ajarin kamu.” “Baiklah kalau begitu!”. Perkenalan itu menjadi awal kedekatan mereka.

Thomas benar-benar menemui Selvi untuk mengajarkan Selvi bermain gitar dari nol hingga mulai menarik petikan nada dari gitar klasik yang dipinjamkan oleh Thomas. Selvi mulai menyukai musik sejak itu. Ia selalu menantikan guru les gitar barunya tersebut setiap kesempatan waktu yang ada. Setelah latihan beberapa kali, Thomas juga melihat sebuah potensi besar dari suara yang dimiliki oleh Selvi. Kebetulan vocalis di bandnya memutuskan mundur untuk mencari peluang kerja yang lebih baik. Selvi sempat ragu. Namun karena dorongan yang diberikan Thomas membuat ia berani menyatakan dirinya bersedia. Ternyata, pilihan Thomas kepada Selvi tidak salah. Band mereka mulai banyak menarik minat café-café untuk memberikan porsi konser kepada mereka.

Selvi mulai giat menjadi vocalis dan membuat kuliahnya terbengkalai. Ada hal lain yang ia sembunyikan dalam kebersamaan bandnya. Ia mulai jatuh cinta pada Thomas. Namun Thomas selalu menegaskan kepada seluruh tim untuk menggapai cita-cita mereka dahulu menjadi band sukses ketimpang mengurusi urusan pribadi mereka termasuk cinta. Kebesaran nama band mereka belum cukup untuk membuat band tersebut masuk dalam dapur rekaman. Beberapa kali di tolak oleh pengusaha rekaman da membuat Thomas putus asa. Disaat itulah Selvi selalu memberi dorongan. Cinta antara mereka tak dapat disembunyikan. Sejak itu mereka menjadi sepasang kekasih. Seiring mimpi mereka menjadi band sukses, diikuti kisah cinta mereka yang begitu indah. Mereka mengubah nama bandnya menjadi APPLE. Dengan tambahan dua orang yang awalnya hanya bertiga. Kini mereka berjumlah lima orang termasuk Selvi, Thomas, Gerry, Nita dan Hendra. Dua anggota baru adalah dua bersaudara Nita dan Hendra yang mempunyai kemampuan biola (Nita) dan piano (Hendra). Mereka menginginkan band mereka sukses dan saat itu juga ada audisi konser di kota mereka.

Gerry dan Thomas adalah sahabat dekat yang selalu bersama sejak kecil. Namun Gerry memiliki kebiasaan buruk sehingga memiliki beberapa musuh yang selalu datang untuk mengajaknya berkelahi. Ketika itu Gerri berdebat dengan salah satu anggota band yang terlihat iri dengan kesuksesan band Apple.

Selvi mulai mahir menciptakan lagu dengan gitar. Ia mulai sering bolos kuliah. Ia rela melakukan semua itu demi cita-cita dan mimpinya bersama sang kekasih. Hubungan mereka begitu dekat dan sulit untuk dipisahkan.

Band merekan tiba untuk melakukan audisi dan lolos ke final yang bersaing dengan band yang saat itu membuat keributan dengan Gerry. Mereka telah siap di hari final dan saat itu Selvi sedang ujian di kuliahnya. Ia memutuskan berangkat sendiri dengan taksi menuju tempat audisi setelah ujian usai. Sedangkan Thomas dan Gerry pergi bersama begitu juga Nita dan Hendra. Sesampai disana Selvi, Nita dan Hendra menunggu Thomas dan Gerry. Sedangkan band mereka sebentar lagi audisi. Selvi menghubungi Thomas dan Gerry namun tak dapat di hubungi. Mereka mulai cemas dan akhirnya Gerri menghubungi Selvi. Gerry mengatakan kalau mereka ada suatu urusan dan menyuruh Selvi untuk melakukan audisinya bertiga. Sekarang mereka bertiga berjuang untuk band mereka.

Audisi berakhir dan Selvi membawa keberhasilan. Selvi menghubungi Gerry. “Gerry, kita juara. Kita bisa jadi band dapur rekaman.” “Selamat ya. Sel, Thomas kritis. Dia dirawat di rumah sakit. Ayo, cepatan ke sini.” “Kamu ga’ bercandakan Ger?” “Ngga’, cepatan kesini.” Selvi mulai cemas dan gelisah. Sesampai di rumah sakit ia menemui Gerry dengan luka di kepalanya. Di UGD dia melihat Thomas terbaring dengan alat bantu pernafasan. Ia menerobos ruang itu dan berteriak keras. Suster dan dokter memisahkan gadis itu. Selvi bertanya kepada Gerry. “Kenapa bisa begini?” “Maafkan aku Sel. Ini salah aku. Andai aku tidak buat keributan, dia tak akan seperti ini. Dia tertusuk pisau saat dia menolong aku dari perkelahian itu.” Kemudian dokter keluar dari ruang UGD dan mengatakan pasien telah meninggal. Selvi menerobos pintu UGD dan berteriak sekeras-kerasnya. “Thom, jangan tinggalkan aku.”

Cinta mereka berakhir sebagai kenangan. Selvi tak bisa melupakan kenangan mereka berdua. Ia melihat gitar yang diberikan Thomas sebagai bagian hidup Thomas yang tersisa. Selvi memetik gitar dan akhirnya menciptakan sebuah lagu yang indah. Kemudian Selvi mempunyai semangat untuk bernyanyi. Saat itu band mereka menyanyikan lagu yang dibuat Selvi. Selvi mulai membuka kata-kata terakhirnya, “Lagu ini aku persembahkan untuk orang yang ku cintai yang telah pergi untuk selamanya.” Seorang pengusaha jatuh cinta pada lagu itu dan membuat band mereka sukses. Usai konser Selvi pulang karena kelelahan. Saat teman-temannya datang ke rumah Selvi mereka menemui Selvi dengan tetesan darah dan selembar lirik lagu untuk persembahan terakhir hidupnya. Lagu tersebut kemudian sukses dan menyisakan pilu yang amat dalam.



Apa Kabar Cinta ???

6 05 2007
Penulis : Bunda Naila
Sumber : http://bundanaila.blogspot.com


Mencintai dan dicintai adalah hal yang diinginkan oleh setiap orang. Cinta antara orang tua dan anaknya, suami dengan istri, kakak dengan adik atau antara sesama manusia. Tak jarang beberapa benda-benda kesayang pun tak luput dari cinta kita, seperti mobil, baju, hp, komputer,dll. Semuanya manusiawi.
Namun kita perlu waspada ketika cinta kita kepada anak, istri, suami, kakak, adik dan orang tua bahkan harta benda telah membuat kita jauh atau bahkan lupa kepada Sang pemilik Cinta yang hakiki.
Saat kita menikah, kita telah dianggap telah melaksanakan 1/2 dari agama. Artinya yang setengahnya lagi harus kita gapai bersama pasangan didalam mahligai rumah tangga. Idealnya, setelah menikah harusnya kualitas keimanan dan ibadah suami istri semakin meningkat dibandingkan saat sebelum menikah. Kalau dulu waktu masih singgle sholat fardhu sendiri, setelah menikah bisa berjama’ah bersama istri atau suami. Waktu masih sendiri susah sekali bangun malam untuk menjalankan sholat tahajud, setelah menikah ada suami atau istri yang akan membangunkan kita untuk mengajak tahajud bersama. Intinya yang dulu biasa dilakukan sendiri kini bisa dilakukan bersama dan tentunya ada yang berperan sebagai pengontrol atau pembimbing mungkin suami sebagai qowwam akan lebih berperan dalam membimbing istrinya dalam hal peningkatan kualitas ibadahnya. Mulai dari sholat bareng, tilawah bareng atau mengkaji al qur’an dan hadist bareng. Harapannya dengan menikah maka makin terbentang luas ladang amal bagi kita, sehingga istilah menggenapkan dien untuk pernikahan itu benar adanya.
Namun tak jarang pula, saat kita mencitai makhluk atau benda membuat kita jauh atau bahkan melupakan Dia sang pemilik cinta. Misalnya, saat sebelum menikah sangat aktif dalam majelis dakwah, sholat selalu tepat waktu, tilawah setiap abis sholat magrib, tahajud pun tidak ketinggalan dan bahkan puasa sunnah senin kamis pun masih rajin dilakukan. Namun keadaan menjadi terbalik setelah menikah, sholat jadi sering telat, puasa sunah sudah jarang dilakukan, tilawah hampir tidak pernah lagi apalagi bangun tengan malam untuk tahajud.


Jalannya sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah lebih dari 70
tahun, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau
keluar rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus
tinggal di rumah jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih
teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan
putrinya tersebut.

Ayah dari anak tersebut minggat setelah menghamilinya tanpa mau
bertanggung jawab atas perbuatannya. Di samping itu keluarganya
menuntut agar ia menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena
keluarganya merasa malu mempunyai seorang putri yang hamil sebelum
nikah, tetapi ia tetap mempertahankannya, oleh sebab itu ia diusir
dari rumah orang tuanya.

Selain aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat di
pabrik untuk membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya,
tidak ada seorang pun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan
kecupan manis maupun ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia
dapatkan hanya cemohan, karena telahelahirkan seorang bayi haram
tanpa bapa.

Walaupun demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yang
didapatkannya dari Tuhan di mana ia telah dikaruniakan seorang
putri. Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih sayang yang ia
miliki hanya untuk putrinya seorang, oleh sebab itulah putrinya
diberi nama Love - Kasih.

Siang ia harus bekerja berat di pabrik dan di waktu malam hari ia
harus menjahit sampai jauh malam, karena itu merupakan menghasilan
tambahan yang ia bisa dapatkan. Terkadang ia harus menjahit sampai
jam 2 pagi, tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalah sesuatu
kemewahan yang tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia
masih bekerja menjadi pelayan restaurant. Ini ia lakukan semua agar
ia bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya yang
tercinta. Ia tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap
mengharapkan, bahwa
pada suatu saat ayah dari putrinya akan datang balik kembali
kepadanya, di samping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada
putrinya.

Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian, karena
ia tidak mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk
daging yang seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya.
Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia
selalu menerima dan memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi
untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia
berikan, mulai dari pakaian sampai dengan makanan.

Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca di luaran sangat
dingin sekali, karena pada saat itu lagi musim dingin menjelang hari
Natal. Ia telah menjanjikan untuk memberikan sepeda sebagai hadiah
Natal untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang telah dikumpulkannya
belum mencukupinya. Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari
itu walaupun cuaca diluaran dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit
dan lemah, ia tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja.

Sejak saat tersebut ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering
sekali badannya terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan
putrinya dan memberikan hanya yang terbaik bagi putrinya walaupun
untuk ini ia harus bekorban, jadi dlm keadaan sakit ataupun tidak
sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen
bekerja demi putrinya yang tercinta.

Karena perjuangan dan pengorbanannya akhirnya putrinya bisa
melanjutkan studinya diluar kota. Di sana putrinya jatuh cinta pada
seorang pemuda anak dari seorang konglomerat beken. Putrinya tidak
pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai orang tua. Ia merasa
malu bahwa ia ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia merasa
malu mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu pencuci
piring di restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku kepada calon
suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.

Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan
itupun hanya pada saat upacara pernikahan saja. Ia tidak diundang,
bahkan kehadirannya tidaklah diinginkan. Ia duduk di sudut kursi
paling belakang, sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan
memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu bertahun-tahun ia
tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak
boleh menghubungi putrinya.

Pada suatu hari ia membaca di koran bahwa putrinya telah melahirkan
seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar berita bahwa ia
sekarang telah mempunyai seorang cucu. Ia sangat mendambakan sekali
untuk bisa memeluk dan menggendong cucunya, tetapi ini tidak
mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia
berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan kesempatan
untuk melihat dan bertemu dengan anak dan cucunya, karena
keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa melihat putri dan
cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk menjadi babu
di rumah keluarga putrinya.

Ia merasa bahagia sekali, karena lamarannya diterima dan
diperbolehkan bekerja disana. Di rumah putrinya ia bisa dan boleh
menggendong cucunya, tetapi bukan sebagai Oma dari cucunya melainkan
hanya sebagai babu dari keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih
sekali kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.

Di rumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus,
bahkan binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh putrinya
daripada dirinya sendiri. Di samping itu sering sekali dibentak dan
dimaki oleh putri dan anak darah dagingnya sendiri, kalau hal ini
terjadi ia hanya bisa berdoa sambil menangis di dlm kamarnya yang
kecil di belakang dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau mengampuni
kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan kepada
putrinya, ia berdoa agar hukuman itu dilimpahkan saja kepadanya,
karena ia sangat menyayangi putrinya.

Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai babu tanpa ada orang yang
mengetahui siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya ia menderita
sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang budi
kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia memberikan
kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di rumah jompo.

Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi dengan
putri kesayangannya. Uang pension yang ia dapatkan selalu ia
sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada
suatu saat ia membutuhkan bantuannya.

Pada tahun lampau beberapa hari sebelum hari Natal, ia jatuh sakit
lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama
lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu
keinginan yang ia dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk
bisa bertemu dan boleh melihat putrinya sekali lagi. Di samping itu
ia ingin memberikan seluruh uang simpanan yang ia telah kumpulkan
selama hidupnya, sebagai hadiah terakhir untuk putrinya.

Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat di bawah nol dan salujupun
turun dengan lebatnya, jangankan manusia anjingpun pada saat ini
tidak mau keluar rumah lagi, karena di luaran sangat dingin, tetapi
Nenek tua ini tetap memaksakan diri untuk pergi ke rumah putrinya.
Ia ingin betemu dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali.
Dengan tubuh menggigil karena kedinginan, ia menunggu datangnya bus
berjam-jam di luaran. Ia harus dua kali ganti bus, karena jarak
rumah jompo tempat di mana ia tinggal letaknya jauh dari rumah
putrinya. Satu perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang
nenek tua yang berada dlm keadaan sakit.

Setiba di rumah putrinya dlm keadaan lelah dan kedinginan ia
mengetuk rumah putrinya dan ternyata purtinya sendiri yang
membukakan pintu rumah gedong di mana putrinya tinggal. Apakah
ucapan selamat datang yang diucapkan putrinya ? Apakah rasa bahagia
bertemu kembali dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor: "Kamu sudah
bekerja di rumah kami puluhan tahun sebagai pembantu, apakah kamu
tidak tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, ialah pintu di
belakang rumah!"

"Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan hanya ingin
memberikan hadiah Natal untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali lagi,
mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja,
karena di luaran dingin sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah
tidak kuat lagi nak!" kata wanita tua itu.

"Maaf saya tidak ada waktu, di samping itu sebentar lagi kami akan
menerima tamu seorang pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain
kali mau datang telepon dahulu, jangan sembarangan datang begitu
saja!" ucapan putrinya dengan nada kesal. Setelah itu pintu ditutup
dengan keras. Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga
mengusir seorang pengemis.

Tidak ada rasa kasih, jangankan kasih, belas kasihanpun tidak ada.
Setelah beberapa saat kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada
orang mau pinjam telepon di rumah putrinya "Maaf Bu, mengganggu,
bolehkah kami pinjam teleponnya sebentar untuk menelpon ke kantor
polisi, sebab di halte bus di depan ada seorang nenek meninggal
dunia, rupanya ia mati kedinginan!"

Wanita tua ini mati bukan hanya kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi
juga perasaannya. Ia sangat mendambakan sekali kehangatan dari kasih
sayang putrinya yang tercinta yang tidak pernah ia dapatkan selama
hidupnya.

Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih
sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga. Seorang Ibu bisa dan
mampu memberikan waktunya 24 jam sehari bagi anak-anaknya, tidak ada
perkataan siang maupun malam, tidak ada perkataan lelah ataupun
tidak mungkin dan ini 366 hari dlm setahun. Seorang Ibu mendoakan
dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang
masa.

Bukan hanya setahun sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa kita
baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah kepada Ibu kita
hanya pada waktu hari Ibu saja "Mother's Day" sedangkan di hari-hari
lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-boro memberikan hadiah,
untuk menelpon saja kita tidak punya waktu.

Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita mau
memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh
lebih besar daripada bunga maupun hadiah. Renungkanlah: Kapan kita
terakhir kali menelpon Ibu? Kapan kita terakhir mengundang Ibu?
Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan-jalan? Dan kapan
terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima
kasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk
Ibu kita?

Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita
memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat, karena
Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.

When Mother prayed, she found sweet rest,
When Mother prayed, her soul was blest;
Her heart and mind on Christ were stayed,
And God was there when Mother prayed!
Our thanks, O God, for mothers
Who show, by word and deed,
Commitment to Thy will and plan
And Thy commandments heed.
A thousand men may build a city,
but it takes a mother to make a home.
No man is poor who has had a godly mother!

------------

I Love you mom


                      Novel Surat Kecil untuk TUHAN
Hai Sobat, namaku Keke. Umurku 13 tahun ketika aku divonis mengalami penyakit kanker ganas bernama Rabdomiosarkoma, sulit bagiku untuk mengerti penyakit apa yang menyerang bagian wajahku itu bahkan untuk menyebut ulang nama penyakit itu, aku sangat kesulitan. Dokter bilang aku terkena kanker jaringan lunak yang sangat langkah dan menjadi orang pertama di Indonesia yang mengalami penyakit itu.
Aku sedih ketika ayahku menangis menolak permintaan dokter untuk melakukan operasi di wajahku. Dokter bilang: bila aku tidak melakukan operasi, maka hidupku tidak akan bertahan lama lebih dari 3 bulan. Aku sangat terkejut, karena penyakit itu tidak memiliki tanda-tanda apapun selain aku mengalami sakit mata yang diikuti dengan mimisan yang terjadi selama seminggu. Kanker itu hanya seukuran kuku jariku dan bersarang di bagian pelipis mataku, tapi operasi itu mengharuskan aku kehilangan sebagian wajah kiri dan mataku.
Ayahku tentu tidak akan rela aku kehilangan bagian wajahku karena aku adalah seorang anak gadis yang akan tumbuh dewasa bagaimanapun kelak. Aku tidak pernah paham seberapa menakutkan penyakit itu hingga aku merasakan sendiri bagian wajahku mulai membengkak sebesar bola tenis dan buta. Ketika aku menangis merasakan kesakitan, ayahku tidak pernah mau jujur mengatakan penyakit itu. Hingga akhirnya aku berjuang hidup selama 3 bulan mencari pengobatan tradisional dan seseorang ulama mengatakan padaku aku terserang kanker.
Perasaanku saat itu sangat hancur, aku tau hidupku tidak akan lama lagi dengan keadaan buta dan kehilangan pernafasan hidung sebelah kiriku. Aku menangis dan protes kepada Tuhan, mengapa ia tega merenggut masa remajaku dan kesempatanku untuk menjadi penyanyi dan model. Air mata yang berjatuhan setiap harinya tak pernah kulewatkan ketika rasa sakit kanker itu datang. Walau demikian aku sungguh beruntung, sahabat-sahabatku, keluargaku dan kekasihku selalu ada disampingku untuk memberikan dukungan tanpa henti.
Ketika aku mulai pasrah Tuhan menjemputku, Aku hanya berdoa berharap kepada Tuhan agar ia memberikan aku waktu lebih lama di dunia ini untuk mengucapkan selama berpisah dengan sahabat, kekasihku dan terutama untuk membuat ayahku bahagia lebih lama.Disaat itu aku tidak mampu berdiri dan mengalami kritis. Tuhan mendengar doaku, disaat itulah aku mendapatkan sebuah mujizat, seorang dokter menyelamatkanku dari penyakit itu disaat-saat terakhir hidupku. aku sembuh dan kanker diwajahku menghilang secara ajaib.
Aku merasakan kebaikan tuhan padaku dan melawan vonis kematian yang dikatakan dokter padaku, aku pun berjanji padanya mulai saat itu untuk bersyukur akan kehidupan yang ia berikan padaku. Usai penyakit itu hilang dalam hidupku, Aku melewatkan hari-hariku dengan bahagia bersama keluarga dan teman-temanku, aku menghabiskan waktuku dengan belajar kitab suci dan mendekatkan diriku pada Tuhan. Hidup-hidupku pun berlalu dengan bahagia walaupun pada akhirnya hal yang tak kuharapkan terjadi lagi dalam hidupku ketika kanker itu kembali padaku, kini ia menyerang wajah sebelah kananku.
Disaat aku mendapatkan vonis itu kembali, aku tidak lagi takut dan aku tidak lagi marah kepada Tuhan. Aku bersyukur padanya, ia memberikan aku kesempatan lebih lama di dunia ini untuk dapat bersama sahabat, keluargaku dan kekasihku.Walau air mata berjatuhan disampingku, aku berusaha untuk tegar dan mengatakan kepada semua orang, kalau ujian dalam hidupku adalah tanda sayang Tuhan kepadaku.
Dokter yang menyelamatkan hidupku pertama kalinya menyerah, ia tidak sanggup lagi menyelamatkanku. Aku hanya tersenyum dan berjanji untuk bertahan hidup hingga aku bisa melewatkan ujian terakhirku di dunia ini agar bisa lulus di bangku SMP. Walau aku buta dan lumpuh, aku berjanji pada Tuhan dan sahabat-sahabatku untuk lulus dan memakai seragam SMA.
Sobat, hidup adalah anugerah yang indah. Atas kebaikan Tuhan, aku mampu mengikuti ujian sekolah dengan kondisiku yang semakin parah. Aku bersyukur karena bisa lulus dengan baik dan sampai akhirnya mampu memakai seragam rok abu-abu bersama sahabat-sahabatku walau hanya sehari disaat sebelum aku harus dilarikan ke rumah sakit karena darah terus mengalir di hidungku.Kematianku semakin dekat dan itu bisa kurasakan disaat hembusan nafasku semakin berat.
Tapi aku tidak ingin pergi dari dunia ini tanpa menuliskan suratku kepada Tuhan..surat yang telah membuatku hidup sebagai seorang gadis yang berjuang untuk hidup dan ribuan anak-anak lain yang mengalami penyakit kanker yang sama denganku.
Aku berharap ketika aku tidak ada lagi di dunia ini, kisahku menjadi inspirasi bagi siapapun yang ada di dunia ini untuk bersyukur akan hidup. Karena Tuhan begitu mencintai kita dengan cobaannya.
Sobat.. bila ada tawa di dunia ini, maka akan ada tangis disampingnya.
In memorial gitta sessa wanda cantika.
Surat Kecil Untuk Tuhan

Tuhan…
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan di dunia ini.

Tuhan…
Andai aku bisa kembali
Aku berharap tidak ada lagi hal yang sama terjadi padaku,
terjadi pada orang lain.

Tuhan…
Bolehkah aku menulis surat kecil untuk-Mu

Tuhan…
Bolehkah aku memohon satu hal kecil untuk-Mu

Tuhan…
Biarkanlah aku dapat melihat dengan mataku
Untuk memandang langit dan bulan setiap harinya..

Tuhan…
Izinkanlah rambutku kembali tumbuh, agar aku bisa menjadi wanita seutuhnya.

Tuhan…
Bolehkah aku tersenyum lebih lama lagi
Agar aku bisa memberikan kebahagiaan
kepada ayah dan sahabat-sahabatku

Tuhan…
Berikanlah aku kekuatan untuk menjadi dewasa
Agar aku bisa memberikan arti hidup
kepada siapapun yang mengenalku..

Tuhan ..
Surat kecil-ku ini
adalah surat terakhir dalam hidupku
Andai aku bisa kembali…
Ke dunia yang Kau berikan padaku..
In memorial,
Gita Sesa Wanda Cantika.
19/06/91-25/12/06

                                                                                                   BY : Google







Tragedi Cinta

Selvi memandang dari jendela kamar dan melamun berharap pelangi muncul setelah hujan lebat. Dari arah jendela Selvi melihat seorang pria berteduh di depan rumahnya. Ia masih memperhatikan pria itu dengan sebuah tas gitar yang ia lindungi lebih berharga darinya. Akhirnya hatinya ibah dan keluar dari rumah dengan sebuah payung. Ia mendekati pria itu dan membuka pintu gerbang. “Masuk yuk, daripada kehujanan.” tawar Selvi. “Yakin ga’ papa!!” ujar pria itu sopan. “Serius. Di rumah ini aku tinggal sendiri. Ayo!!!”. Pria itu memarkirkan motornya di halaman rumah Selvi yang sederhana. Kemudian Selvi mengajaknya duduk teras rumahnya. Selvi mengambilkan sebuah handuk kering untuk mengeringkan sisa-sisa hujan untuk pria itu..

Namun pria itu lebih memilih membersihkan gitarnya daripada dirinya. Selvi hanya tersenyum memperhatikan tingkah pria berkulit putih dan bermata sipit tersebut. “Kok gitarnya dulu yang di keringkan. Bukannya kamu??” “Iya ga’ papa. Ini nyawa pertamaku. Jadi penting juga!” “Emang gitar itu buat apa??” “Saya Thomas. Saya seorang gitaris band amatiran namanya Superband.” “Wah pantesan. Dengar-dengar seorang pemusik menganggap alat musik sebagai nyawanya. Aku pikir tadinya cuma rumor dan ternyata benar!” “Hehe. Gitulah. .. Emang kamu bisa main alat musik juga?” “Hm..” Selvi terdiam menatap gitar pria tersebut. “Sedikit bisa main piano, dulu sempat les tapi sekarang udah bodoh kali, tapi kalau gitar emang ga’ bisa. Pengen belajar tapi ga’ ada waktu, sibuk untuk kuliah.” “Oo gitu… Emangnya kamu kuliah dimana?” “STIKOM dekat sini. Bukan asli dari kota ini. Rumah ini kontrak, Jangan heran kalau aku tinggal sendiri di rumah ini!” “Hahaha,, gitu…!”

Selvi menawarkan secangkir teh hangat kepada pria itu. Thomas tersanjung dengan kebaikan gadis itu. Hujan mulai reda. Thomas segera ke café tempat ia bekerja dan pamit kepada Selvi. Selvi senang berkenalan dengan pria itu. “Terima kasih tempat buat aku berteduh, jasa kamu pasti aku balas kelak” “Idih… Pemusik emang romantis kata-katanya. Hmm… bagaimana kalau kamu ajarin aku main gitar!!” “Benar… dengan senang hati aku mau ajarin kamu. Kalau aku sempat pasti aku ajarin kamu.” “Baiklah kalau begitu!”. Perkenalan itu menjadi awal kedekatan mereka.

Thomas benar-benar menemui Selvi untuk mengajarkan Selvi bermain gitar dari nol hingga mulai menarik petikan nada dari gitar klasik yang dipinjamkan oleh Thomas. Selvi mulai menyukai musik sejak itu. Ia selalu menantikan guru les gitar barunya tersebut setiap kesempatan waktu yang ada. Setelah latihan beberapa kali, Thomas juga melihat sebuah potensi besar dari suara yang dimiliki oleh Selvi. Kebetulan vocalis di bandnya memutuskan mundur untuk mencari peluang kerja yang lebih baik. Selvi sempat ragu. Namun karena dorongan yang diberikan Thomas membuat ia berani menyatakan dirinya bersedia. Ternyata, pilihan Thomas kepada Selvi tidak salah. Band mereka mulai banyak menarik minat café-café untuk memberikan porsi konser kepada mereka.

Selvi mulai giat menjadi vocalis dan membuat kuliahnya terbengkalai. Ada hal lain yang ia sembunyikan dalam kebersamaan bandnya. Ia mulai jatuh cinta pada Thomas. Namun Thomas selalu menegaskan kepada seluruh tim untuk menggapai cita-cita mereka dahulu menjadi band sukses ketimpang mengurusi urusan pribadi mereka termasuk cinta. Kebesaran nama band mereka belum cukup untuk membuat band tersebut masuk dalam dapur rekaman. Beberapa kali di tolak oleh pengusaha rekaman da membuat Thomas putus asa. Disaat itulah Selvi selalu memberi dorongan. Cinta antara mereka tak dapat disembunyikan. Sejak itu mereka menjadi sepasang kekasih. Seiring mimpi mereka menjadi band sukses, diikuti kisah cinta mereka yang begitu indah. Mereka mengubah nama bandnya menjadi APPLE. Dengan tambahan dua orang yang awalnya hanya bertiga. Kini mereka berjumlah lima orang termasuk Selvi, Thomas, Gerry, Nita dan Hendra. Dua anggota baru adalah dua bersaudara Nita dan Hendra yang mempunyai kemampuan biola (Nita) dan piano (Hendra). Mereka menginginkan band mereka sukses dan saat itu juga ada audisi konser di kota mereka.

Gerry dan Thomas adalah sahabat dekat yang selalu bersama sejak kecil. Namun Gerry memiliki kebiasaan buruk sehingga memiliki beberapa musuh yang selalu datang untuk mengajaknya berkelahi. Ketika itu Gerri berdebat dengan salah satu anggota band yang terlihat iri dengan kesuksesan band Apple.

Selvi mulai mahir menciptakan lagu dengan gitar. Ia mulai sering bolos kuliah. Ia rela melakukan semua itu demi cita-cita dan mimpinya bersama sang kekasih. Hubungan mereka begitu dekat dan sulit untuk dipisahkan.

Band merekan tiba untuk melakukan audisi dan lolos ke final yang bersaing dengan band yang saat itu membuat keributan dengan Gerry. Mereka telah siap di hari final dan saat itu Selvi sedang ujian di kuliahnya. Ia memutuskan berangkat sendiri dengan taksi menuju tempat audisi setelah ujian usai. Sedangkan Thomas dan Gerry pergi bersama begitu juga Nita dan Hendra. Sesampai disana Selvi, Nita dan Hendra menunggu Thomas dan Gerry. Sedangkan band mereka sebentar lagi audisi. Selvi menghubungi Thomas dan Gerry namun tak dapat di hubungi. Mereka mulai cemas dan akhirnya Gerri menghubungi Selvi. Gerry mengatakan kalau mereka ada suatu urusan dan menyuruh Selvi untuk melakukan audisinya bertiga. Sekarang mereka bertiga berjuang untuk band mereka.

Audisi berakhir dan Selvi membawa keberhasilan. Selvi menghubungi Gerry. “Gerry, kita juara. Kita bisa jadi band dapur rekaman.” “Selamat ya. Sel, Thomas kritis. Dia dirawat di rumah sakit. Ayo, cepatan ke sini.” “Kamu ga’ bercandakan Ger?” “Ngga’, cepatan kesini.” Selvi mulai cemas dan gelisah. Sesampai di rumah sakit ia menemui Gerry dengan luka di kepalanya. Di UGD dia melihat Thomas terbaring dengan alat bantu pernafasan. Ia menerobos ruang itu dan berteriak keras. Suster dan dokter memisahkan gadis itu. Selvi bertanya kepada Gerry. “Kenapa bisa begini?” “Maafkan aku Sel. Ini salah aku. Andai aku tidak buat keributan, dia tak akan seperti ini. Dia tertusuk pisau saat dia menolong aku dari perkelahian itu.” Kemudian dokter keluar dari ruang UGD dan mengatakan pasien telah meninggal. Selvi menerobos pintu UGD dan berteriak sekeras-kerasnya. “Thom, jangan tinggalkan aku.”

Cinta mereka berakhir sebagai kenangan. Selvi tak bisa melupakan kenangan mereka berdua. Ia melihat gitar yang diberikan Thomas sebagai bagian hidup Thomas yang tersisa. Selvi memetik gitar dan akhirnya menciptakan sebuah lagu yang indah. Kemudian Selvi mempunyai semangat untuk bernyanyi. Saat itu band mereka menyanyikan lagu yang dibuat Selvi. Selvi mulai membuka kata-kata terakhirnya, “Lagu ini aku persembahkan untuk orang yang ku cintai yang telah pergi untuk selamanya.” Seorang pengusaha jatuh cinta pada lagu itu dan membuat band mereka sukses. Usai konser Selvi pulang karena kelelahan. Saat teman-temannya datang ke rumah Selvi mereka menemui Selvi dengan tetesan darah dan selembar lirik lagu untuk persembahan terakhir hidupnya. Lagu tersebut kemudian sukses dan menyisakan pilu yang amat dalam.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar